Senin, 13 Februari 2012

‘Pancasila’ Seorang Muslim


Katakanlah: sesungguhnya shalatku, ibadatku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam (QS. Al-An’am: 162)


Panca berarti lima, dan sila berarti dasar. Akan tetapi Yang dimaksud dengan pancasila di sini adalah lima dasar yang menjadi prinsip hidup bagi setiap muslim. Setiap orang memiliki prinsip hidupnya masing-masing. Imam syahid Hasan al-Banna merumuskan lima prinsip hidup bagi seorang muslim:

Prinsip pertama, Allahu Ghoyatuna (Allah menjadi puncak tujuan dan cita-cita hidup). Prinsip ini mengharuskan setiap muslim bersikap dan bertindak sesuai dengan ajaran Allah swt, dan sekaligus tujuan akhir dari setiap sikap dan tindakan yang kita lakukan hanyalah mencari keridhoan Allah swt (minallah wa ilallah: dari Allah dan untuk Allah). Hal ini sesuai dengan visi dan sumpah yang sering kita baca saat membaca doa iftitah dalam shalat kita: : sesungguhnya sembahyangku, ibadatku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam (QS. Al-An’am: 162).

Seseorang yang sudah memasrahkan hidup hanya untuk mencari keridhoan dan kecintaan Allah akan mengalami ketenangan dalam hidupnya. Karena dia meyakini bahwa rezekinya sudah diatiur oleh Allah, dan segala amal dan kerjanya akan terasa sia-sia jika tidak diperuntukkan untuk mendapat ridho Allah swt. Betapa lelah dan capeknya kita yang sejak pagi hingga sore bekerja namun tidak berniat untuk mendapat ridho Allah. Sudah berapa tahun kita bekerja? Puluhan tahun!. Adakah semua itu kita serahkan kepada Allah untuk mendapat ridhonya? Oleh sebab itu, banyak orang yang mengalami stress dan putus asa karena tidak mengkaitkan pekerjaan sebagai sarana ibadah dan mendapat ridho Allah swt.

Prinsip Kedua, Ar-Rasul Qudwatuna (Rasul sebagai panutan hidup). Prinsip ini sangat penting dalam hidup kita terlebih di tengah-tengah kelangkaan panutan hidup dari tokoh-tokoh yang ada di sekitar kita. Dahulu kita meng elu-elukan calon pemimpin kita hingga kita berkorban untuknya, akan tetapi kini tokoh yang kita elukan itu telah mengecewakan kita dan mengecewakan orang banyak. Orang yang menjadikan Rasulullah saw sebagai idola dan panutannya tidak akan kecewa selama-lamanya, karena Allah swt sendiri yang menjamin keteladanan beliau untuk kita. Firman Allah swt:: “Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu”. (QS. Al-Ahzab: 21)

Prinsip Ketiga, Al-Qur’an Dusturuna (al-Qur’an adalah sebagai pedoman hidup). Prinsip ini mengharuskan kita merujuk kepada al-Quran dalam setiap tindakan yang akan kita lakukan. Sebab, al-Qur’an telah mengatur segala sisi kehidupan manusia, baik dalam sekala individu, keluarga, masyarakat, bahkan dunia dan akhirat. Al-Qur’an adalah buku guidence kita dan dia sebagai way of life seorang muslim. Allah swt telah menjamin orang yang mengikuti petunjuk-Nya tidak akan merasakan takut dan sedih. Firman-Nya:  “maka barang siapa yang mengikuti petunjuk-Ku, niscaya tidak ada kekhawatiran atas mereka, dan tidak (pula) mereka bersedih hati."  (QS. Al-Baqarah: 38). Rasa takut atau khawatir lebih berdimensi pada kezaliman pihak lain dan keamanan diri. Sedangkan rasa sedih lebih berdimensi kekurangan ekonomi. Sebagaimana firman Allah swt, ““Maka hendaklah mereka menyembah Tuhan Pemilik rumah ini (Ka'bah) Yang telah memberi makanan kepada mereka untuk menghilangkan lapar dan mengamankan mereka dari ketakutan” (QS. Quraisy: 3-4)

Prinsip Keempat, Al-Jihadu Sabiluna (Jihad adalah jalan perjuangan hidup). Al-Jihad secara bahasa bermakna sungguh-sungguh. Sedangkan secara definisi adalah mengerahkan segala potensi untuk menegakkan agama Allah. Dari kedua makna di atas berarti hidup yang sekarang kita jalani harus di hadapi dengan sungguh-sungguh. Seorang muslim tidak boleh menyia-nyiakan kesempatan hidup yang ada untuk kesia-siaan. Orang yang sukses dalam hidup ini adalah orang yang bersungguh-sungguh. Dan orang yang gagal adalah orang yang bermalas-malasan (hidup segan mati tak mau).

Kita hanya mempunyai satu kesempatan hidup untuk menorehkan setumpuk amal. Jika tidak sungguh-sungguh mengisi hidup ini maka kita akan menyesal di kemudian hari. Allah swt telah menjamin orang-orang yang bersungguh-sungguh hidup dalam jalan Allah akan diberikan jalan-jalan kemudahan dari sisi Allah. Firman-Nya: “Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridhaan) Kami, benar- benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami” (QS. Al-Ankabut: 69)

Prinsip Kelima, Al-Mautu fi Sabilillah Asma Aamanina (Mati di jalan Allah adalah dambaan tertinggi dalam hidup). Prinsip ini menuntut kepada kita agar selalu hidup istiqomah dalam ajaran Islam sehingga di akhir hidup kita saat ajal menjemput kita, kita mati dalam keadaan husnul khotimah. Alangkah indahnya, jika saat ajal datang menjemput kita, kondisi kita dalam keadaan sedang beribadah, atau sedang menuntut ilmu, atau sedang berdakwah, atau sedang berperang di jalan Allah swt. Rasulullah saw bersabda, “Barangsiapa keluar dalam rangka menuntut ilmu, maka dia berada pada jalan Allah hingga dia pulang kembali .” (HR: Tirmidzi)

Sahabat Rasulullah saw yang bernama Khalid bin Walid adalah seorang panglima perang yang selalu mendambakan mati di jalan Allah swt. Telah banyak bekas sayatan pedang dan goresan panah yang mendarat di tubuhnya. Sehingga tidak ada satu peperangan yang beliau pimpin kecuali mendapatkan kemenangan.

Dalam kondisi damai seperti kita, maka jihad yang bisa kita lakukan adalah melakukan amar ma’ruf dan nahi mungkar (mengajak kebaikan dan mencegah kemungkaran), menuntut ilmu, dan terjun dalam dunia dakwah dengan segala bentuknya, Dan hal itu secara kontinyu kita lakukan, sehingga  pada saat ajal datang, dan kondisi kita masih dalam melakukan aktifitas itu maka kematian kita berada pada jalan Allah swt.

Semoga lima hal ini menjadi prinsip kita dan dapat kita amalkan dala kehidupan kita sehingga hidup kita mempunyai arah yang jelas untuk kebahagiaan di dunia dan akhirat. Amin. #                                                Jamhuri


1 komentar:

Unknown mengatakan...
Komentar ini telah dihapus oleh administrator blog.