Sabtu, 17 November 2012

Kedahsyatan Energi Ruhiyah (Spritual)


Dan (dia berkata): "Hai kaumku, mohonlah ampun kepada Tuhanmu lalu bertobatlah kepada-Nya, niscaya Dia menurunkan hujan yang sangat deras atasmu, dan Dia akan menambahkan kekuatan kepada kekuatanmu, dan janganlah kamu berpaling dengan berbuat dosa." (QS. Hud: 52)

 

Ayat di atas menegaskan bahwa kekuatan ruhiyah (spritual) yang dicapai melalui itighfar dan taubat dapat mengundang dua kedahsyaratan yang akan Allah swt berikan, yakni Kedahsyatan Eksternal yang berasal dari alam dengan turunnya hujan yang dapat menyuburkan tanah sehingga mendatangkan kesejahteraan. Dan Kedahsyatan Internal yang akan lahir dari diri kita berupa kekuatan.

Kata “quwwatan” (kekuatan) pada ayat itu menggunakan bentuk “nakiroh” yang berarti mengandung pengertian bahwa kekuatan itu bersifat umum. Artinya semua kekuatan dalam segala bentuknya, baik kekuatan tubuh dan kesehatannya, kekuatan ekonomi, kekuatan intelektual, kekuatan menganalisa, dan kekuatan kemampuan dan lain sebagainya. Sebagaimana hal nya kata “Quwaah” (kekuatan) bersifat umum yang terdapat pada surat Al-Anfal ayat 58 yang memerintahkan kita untuk mempersiapkan segala kekuatan dalam menghadapi musuh. Firman Allah swt: “Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu sanggupi’ (QS. Al-Anfal: 60)

Oleh sebab itu, seorang murid Hasan al-Bashri merasa heran dengan jawaban gurunya yang yang ketika ditanya berbagai persoalan oleh masyarakatnya, jawabannya tetap satu “perbanyaklah istighfar”.

Kisahnya begini, Ketika Hasan al-Bashri sedang mengajar murid-muridnya, tiba-ba beliau kedatangan tiga orang tamu dengan membawa masalah yang berbeda-beda untuk meminta nasehat kepada Hasan al-Bashri. Orang pertama berkata, “Wahai syaikh (guru), saya adalah seorang petani yang sering gagal panen, sehingga kami sering merugi. Apa nasehat tuan kepada kami agar pertanian kami berhasil dan dapat memetik panen dengan baik?.” Hasan al-Bashri menjawab, “Hendaklah engkau perbanyak membaca istighfar”

Orang kedua berkata, “Wahai Syaikh (guru) !, kalau saya adalah seorang pedagang (bisnisman), belakangan ini saya sering merugi dalam bisnis saya, apa nasehat tuan agar usaha saya sukses dan mendapat keuntungan besar?” Hasan al-Bashri menjawab, “Hendaklah engkau perbanyak membaca istighfar”

Lalu orang ketiga berkata, “Wahai Syaikh, kalau saya mempunyai masalah yang berbbeda, saya sudah lama berkeluarga, namun hingga kini, saya belum juga dikaruniai seorang anak. Apa nasehat tuan buat kami agar kami segera dikarunai keturunan?.” Hasan al-Bashri menjawab hal sama, “Hendaklah engkau perbanyak membaca istighfar”

Saat itulah salah seorang murid Hasan al-Bashri bertanya kepada beliau. Katanya, “Ya Syaikhi (Wahai guruku), mengapa orang bertanya tentang solusi dari masalah-masalah yang berbeda, namun syaikh tetap menjawab dengan satu solusi: istighfar?” Apa dasarnya?”

Hasan al-Bashri kemudian menjawab, “Bacalah olehmu surat Nuh ayat 10-12 disana Allah menjelaskan bahwa, “maka aku katakan kepada mereka: 'Mohonlah ampun kepada Tuhanmu, -sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun-, niscaya Dia akan mengirimkan hujan kepadamu dengan lebat, dan membanyakkan harta dan anak-anakmu” (QS. Nuh; 10-12)

Amal perbuatan seperti shalat, puasa dan dzikir serta ibadah-ibadah yang dapat mendekatkan diri kepada Allah swt akan menambah nilai ruhiyah (spritual) seseorang. Dan semakin seseorang bertambah nilai ruhiyahnya, maka akan mendapatkan kedahsyatan-kedahsyatan positif yang tidak terjangkau oleh kekuatan logika.

Kedahsyatan yang terkadang tak terjangkau oleh logika itu bisa saja datang dari salah satu atau kedua sisi: dari alam dan diri sendiri. Sebagai contoh, pada saat Nabi saw dan Abu Bakar bersembunyi di Gua Tsur dari kejaran orang Quraisy saat akan berhijrah ke Madinah, mereka hampir saja terendus oleh rombongan pasukan Quraisy. Mereka sudah berada di depan mulut gua Tsur tempat Nabi saw dan sahabatnya bersembunyi. Namun, kekauatan alam berpihak kepada Nabi saw dan sahabatnya, sehingga datanglah laba-laba dan burung merpati yang membuat sarangnya tepat di depan mulut gua tersebut. Sehingga kaum Quraisy dibuat ragu memasuki gua tersebut.

Adapun kekuatan internal atau yang berasal dari diri kita adalah dapat berupa kewibawaan, kenikmatan hidup serta kesehatan tubuh. Syaikh Ahmad Yasin sang pemimpin Hamas di jalur Gaza Palestina adalah orang yang serba kekurangan dari sisi fisik. Namun, gelora dan semangat perjuangan beliau mengalahkan orang-orang yang masih sehat dan normal fisiknya. Meskipun lengan dan kakinya sudah lumpuh, beliau tetap berjuang dari atas kursi dorongnya melawan penjajah Israel. Suaranya yang sudah serak-parau, namun pidato-pidatonya dapat menggetarkan hati para pembesar Israel yang ketakutan.

Kesyahidan belaiu merupakan bukti bahwa beliau adalah yang memiliki tingkat ruhiyah yang tinggi. Kesyahidan adalah kemulian yang Allah berikan pada kematian hamba yang dikasihiNya. Menjelang kesyahidannya di suatu pagi hari yang diserang oleh pesawat helikopter Israel, beliau bangun di sepertiga malam terakhir hari itu, kemudian beliau melaksanakan shalat tahajjud, kemudian melaksanakan sahur puasa sunnah, kemudian berangkat ke Masjid untuk melaksanakan shalat subuh berjamaah, kemudian setiba di masjid beliau shalat tahiyatul masjid, kemudian shalat sunah qobliyah subuh (shalat sunat fajar), kemudian shalat fardhu subuh dengan berjamaah, kemudian berzikir hingga datang waktu syuruq, kemudian beliau melaksanakan shalat sunnah syuruq, saat keluar dari masjid menuju rumahnya, saat itulah pesawat Israel menembeakinya hingga beliau syahid menemui Tuhannya. Allahu Akbar....alangkah indahnya jiwa (ruh)yang dekat dengan Allah swt. Mati dalam kemuliann yang tinggi.

Contoh lain adalah kisah puteri Rasulullah saw yang bernama Fatimah.

Suatu saat beliau mengeluh tentang lelah melakukan pekerjaan rumah yang dilakukan seorang diri. Untuk meringankan pekerjaannya, Fatimah mengusulkan kepada suaminya Ali bin Abii Thalib untuk mengambil seorang pembantu. Tapi apa dinyana, penghasilan Ali bin Abi Thalib tidak cukup untuk mengupah seorang pembantu. Jangankan memberi nafkah kepada pembantu, memberi nafkah kepada keluarganya seperti senin-kamis. Bahkan pernah Ali dan Fatimah tidak menemui makanan selama tiga hari lamanya.

Akhirnya, Fatimah mengusulkan agar suaminya memohon kepada Rasulullah saw akan seorang pembantu. Tentu saja Ali merasa malu meminta pembantu kepada Rasulullah saw yang merupakan mertua beliau. Fatimah pun akhirnya memberanikan diri mendatangi rumah Rasulullah saw untuk meminta seorang pembantu. Namun, saat itu Rasulullah saw sedang tiada, dan Fatimah diterima Aisyah. Fatimah pun menceritakan kepada Aisyah tentang kondisi keluarganya dan memohon kepadanya agar Rasululllah saw dapat memberi seorang pembantu untuknya.

Setelah Fatimah pamit pulang, datanglah Rasulullah saw dan Aisyah ra segera menceritakan pertemuannya dengan Fatimah yang baru saja berlalu. Mendengar cerita Aisyah, Rasulullah saw pun segera mendatangi rumah puteri tercintanya Fatimah. Sesampai di rumah Fatimah dan bertemu dengannya, Rasulullah saw berkata kepada puterinya itu, “Wahai Fatimah puteriku, maukah engkau aku tunjukkan sesuatu yang lebih baik dari pada apa yang engkau pinta dariku (pembantu)?”. Fatimah menjawab, “Ya, mau wahai Ayahanda.” Rasulullah saw bersabda, “Bacalah oleh mu Subhanallah, alhamdulillah dan Allahu Akbar, masing-masing tigapuluh tiga kali, kemudian dilanjutkan dengan Laa ilaa illahu wahdahu laa sayriika lah, lahul mulku walahul hamdu yuhyi wa yunitu wa huwa ‘ala kulli syain qodir:. Maka itu lebih baik dari apa yang engkau pinta (pembantu)”.

Fatimah pun senang mendapat sesuatu yang lebih baik dari yang ia pinta dan beliau mengamalkan pesan itu.

Dari kisah ini, kita dapat mengambil kesimpulan bahwa dzikir-dzikir dan kalimat thayyibah yang diajarkan Nabi saw dapat menggantikan tenaga seorang pembantu, bahkan lebih baik dari itu. Ini menunjukkan bahwa fisik kita akan diberikan lebih kuat dan lebih sehat sehingga mampu melaksanakan tugas-tugas seperti kita mendapat tenaga ekstra senilai tenaga seorang pembantu atau lebih baik dari itu.

Ketahuilah, bahwa bagi Allah swt segala yang ada di langit dan di bumi serta seisinya. Mudah saja bagi Allah untuk memberikan apa saja yang Dia miliki kepada hamba-hambaNya, terlebih jika hamba-hambanya itu melaksanakan perintah Allah dengan segala ketaatan. Rasa ketaatan ini lah yang akan meninggikan derajat ruhiyah orang yang beriman. Karena itu perbanyaklah ketaatan, baik yang wajib maupun yang sunnah. Wallahu a'lam

Jamhuri

 

 

Tidak ada komentar: