Rasanya, alangkah
naifnya jika manusia seperti kita hanya mengandalkan amal yang kita
persembahkan kepada Allah swt agar kita masuk surga. Karena begitu banyak
kekurangan dalam amal-amal kita. Jangankan mengamalkan yang sunnah, yang wajib
saja kita sering lalai. Oleh sebab itu, kita membutuhkan apa yang disebut “syafaat”
Nabi Muhammad saw. Salah satu cara untuk mengundang turunnya syafa’at Nabi
Muhammad saw adalah dengan membaca shalawat kepada beliau.
Dalam ajaran Islam,
shalawat memiliki kedudukan yang amat mulia. Bahkan beberapa amal ibadah tidak
sah jika tidak ada shalawat kepada Nabi Muhammad saw. Tulisan ini tidak sedang
mengetengahkan tentang keutamaan shalawat, karena hal itu sudah banyak dibahas
orang. Akan tetapi tulisan ini akan menyampaikan tentang kedudukan shalawat
menurut ajaran Islam. Meskipun, tidak dipungkiri, antara kedudukan dan keutamaan mempunyai
kedekatan makna dan keterikatan antara keduanya.
Beberapa kedudukan
shalawat kepada Nabi Muhammad saw dapat diringkas sebagai berikut:
Pertama:
Shalawat adalah amalan yang dicontohkan Allah swt langsung. Biasanya, suatu perintah, hanya dilaksnakan oleh
manusia, sedangkan Allah swt tidak melaksanakannya. Contohnya perintah shalat,
zakat, puasa dan haji. Keempat perintah ini yang juga menjadi empat rukun
Islam, hanya dilaksanakan oleh hambaNya. Dan Allah tidak melaksanakannya, Allah
tidak shalat, tidak berzakat, tidak berpuasa, tidak berhaji. Tapi coba
bandingkan dengan perintah bershalawat kepada Nabi Muhammad saw, Allah sendiri
memberi contoh dan menegaskan bahwa diriNya bershalawat kepada Nabi Muhammad
saw. Demikian juga dengan para malaikatNya. Perhatikan ayat berikut ini:
إِنَّ اللَّهَ
وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا
صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا (الأحزاب56)
“Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikat-Nya
bershalawat untuk Nabi. Hai orang-orang yang beriman, bershalawatlah kamu untuk
Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya” (QS:
Al-Ahzab: 56)
Ayat ini memberi
gambaran bahwa, sebelum Allah memerintahkan orang-orang beriman, Allah swt
memberi penjelasan, bahwa Allah swt sendiri beserta para malaikatNya
bershalawat kepada Rasulullah saw, baru kemudian memerintahkan orang-orang
beriman agar bershalawat kepada beliau.
Kedua,
shalawat menjadi rukun di antara rukun-rukun shalat. Hal ini disepakati para
imam madzhab. Mereka berkata bahwa membaca shalawat adalah bagian rukun shalat
yang tidak boleh ditinggalkan. Barangsiapa meninggalkannya, maka shalat
seseorang menjadi batal. Bahkan, tatkala membaca al-fatihah masih bisa
ditinggalkan oleh seorang makmum dalam shalat berjamaah, baik karena ketidak
kesempatan membacanya atau karena telah ditanggung imam, para fuqoha sedikit
membahas tentang hukum bolehnya meninggalkan bacaan shalawat meskipun dalam
keadaan seseorang sedang bermakmum. Kalau dalam meninggalkan bacaan al-fatihah
maka ulama banyak membahas tentang hukum meninggalkan bacaan surat al-fatihah
yang juga merupakan rukun shalat. Kesimpulan pendapat mereka adalah: bahwa yang diwajibkan membaca al-fatihah
adalah hanyalah imam dan munfarid (orang yang shalat sendiri), sedangkan makmum
masih diperbolehkan meninggalkan bacaan surat al-fatihah. Sedangkan shalawat yang
dibaca saat tahiyat atau tasyahud para ulama mewajibkan membaca shalawat, baik
pada imam, makmum maupun munfarid. Ini tentu saja boleh dikatakan bahwa membaca
shalawat mendapat kedudukan penting dalam ibadah shalat.
Ketiga: Membaca shalawat
masuk dalam urutan tata cara shalat jenazah. Dalam bacaan shalat jenazah hanya
ada empat bacaan dalam empat takbir berbeda. Yaitu, membaca al-fatihah setelah
takbir pertama, membaca shalawat setelah takbir kedua, membaca doa untuk mayit
setelah takbir ketiga, dan membaca doa untuk diri kita dan kaum mukimin setelah
takbir keempat. Disini, shalawat menempati urutan kedua setelah membaca surat
al-fatihah. Dalam al-fatihah terkandung pujian kepada Allah. Sedangkan dalam shalawat terkadung ungkapan cinta kita
kepada nabi Muhammad saw dengan mendoakan beliau. Penyebutan nama Rasulullah
saw setelah pujian kepada Allah swt mirip dengan ungkapan dua kalimat syahadat,
yaitu; Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah, dan aku bersaksi
bahwa Muhammad adalah utusan Allah.
Keempat: Para ulama
sepakat, bahwa salah satu adab dalam berdoa harus disertakan bacaan shalawat
kepada nabi Muhammad saw. Tegasnya adalah, sebelum memohon dan meminta kepada
Allah sebaiknya memulai dengan puji-pujian kepada Allah, kemudian shalawat
kepada Rasulullah saw, barulah kemudian menyampaikan doa dan keinginannya
kepada Allah. Karena doa yang dimulai dengan pujian kepada Allah dan shalawat kepada
Nabi sangat dekat dengan kemungkinan diijabahnya suatu doa. Hal yang sama
terjadi pada shalat jenazah. Sebelum mendoakan mayit pada takbir ketiga, maka
pada takbir pertama dan kedua dimulai dengan pujian pada Allah swt dan shalawat
kepada Rasulullah saw.
Kelima: para ulama
sepakat pula, bahwa membaca shalawat adalah bagian dari rukun khutbah Jum’at. Rukun
khutbah itu ada lima : Memuji Allah (hamdalah), bershalawat kepada
Rasulullah saw, membaca kutipan ayat al-Quran, berwasiat akan ketakwaan, dan
mendoakan kaum mukminin dan mukninat. Disni, membaca shalawat masuk pada urutan
kedua rukun khutbah. Bahkan, meskipun sebagian ulama membolehkan menyampaikan
isi khutbah dengan bahasa yang dimengerti masyarakat setempat, namun saat
membaca kelima rukun tersebut –termasuk membaca shalawat – haruslah menggunakan
bahasa Arab.
Jadi, janganlah meremehkan urusan
bershalawat kepada Nabi Muhammad saw, karena Allah swt Nabi-Nya serta para ulama
telah mendudukan shalawat pada tempat yang mulia dari urusan agama.
Semoga bermanfaat.
Muhammad
Jamhuri
Madinah, 20 Dzulqo’dah 1437 H/ 23
Agustus 2016
1 komentar:
Posting Komentar