Selasa, 06 Juli 2021

Membersamai Amalan Para Jamaah Haji Dari Tanah Air

 
Oleh: Muhammad Jamhuri

Tahun ini, umat Islam Indonesia tidak bisa berangkat melaksanakan ibadah haji di Tanah Suci. Pemerintah sudah mengumumkan bahwa Indonesia tidak mengirimkan jamaahnya untuk melaksanakan ibadah haji dengan alasan yang masih menjadi kontraversi.

Sebagai muslim, sebenarmya kita masih punya kesempatan mendapatkan pahala “ibadah haji” dalam bentuk ibadah lain, salah satunya adalah duduk berdiam diri sambil berzikir setelah sahalat subuh hingga waktu syuruq lalu melaksanakan shalat dua rakaat. Hal ini dijelaskan oleh Nabi saw:

عَنْ أَنَسٍ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: مَنْ صَلَّى الغَدَاةَ فِي جَمَاعَةٍ ثُمَّ قَعَدَ يَذْكُرُ اللَّهَ حَتَّى تَطْلُعَ الشَّمْسُ، ثُمَّ صَلَّى رَكْعَتَيْنِ كَانَتْ لَهُ كَأَجْرِ حَجَّةٍ وَعُمْرَةٍ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: تَامَّةٍ تَامَّةٍ تَامَّةٍ

Dari Anas bin Malik RA dia berkata, “Rasulullah SAW bersabda, “Barang siapa yang sholat Subuh berjamaah, kemudian dia duduk, dalam riwayat lain: dia menetap di masjid, untuk berdzikir kepada Allah sampai matahari terbit, kemudian dia sholat dua rakaat, maka dia akan mendapatkan (pahala) seperti pahala haji dan umrah, sempurna sempurna sempurna.” (HR Tirmidzi).

Amalan yang berpahala haji dan umroh ini dapat dilaksanakan setiap hari. Namun ada amalan-amalan yang dilaksanakan di hari-hari haji, sebagaimana para jamaah haji melaksanakan ibadahnya di Tanah Suci. Ibadah-ibadah ini juga merupakan kemuliaan ibadah haji. Seakan umat Islam yang tidak melaksanakan ibadah haji “diperintah” untuk menyertai ibadah yang dilakukan para jamaah haj sebagai penghormatan atas pelaksanaan ibadah haji yang dilakukan para jamaah haji. Sehingga saat kita melaksanakan ibadah-ibadah ini seakan menyertai mereka yang melaksanakan ibadah haji di Tanah Suci.

Beberapa ibadah sunnah yang seakan membersamai para jamaah haji dalam proses ibadah haji adalah:

Pertama

Disunnahkan bagi muslim yang akan berqurban di tahun ini, untuk tidak memotong kuku dan rambut mulai tanggal 1 Dzulhijjah hingga 10 Dzulhijjah. Amalan ini tentu saja menyerupai jamaah haji yang telah berihrom, dilarang untuk memotong kuku dan rambut. Dalam fiqih haji disebut bahwa jamaah haji yang sudah mulai ihrom haji (niat haji), maka dilarang untuk memotong rambut dan kuku serta larangan lainnya. Karena itu amalan ini seakan membersamai amalan yang dilakukan para jamaah haji. Adapun masalah tidak memakai wewangian, atau memakai pakaian ihrom bagi kita yang tidak melaksanakan haji tidaklah dilarang. Ini pendapat yang rajih (kuat).

 Rasulullah saw bersabda :

إذا رأيتم هلال ذي الحجة وأراد أحدكم أن يضّحي فليمسك عن شعره وأظفاره

“Jika kamu melihat hilal bulan DzulHijjah dan salah seorang di antara kamu ingin berkurban, maka hendaklah ia menahan diri dari (memotong) rambut dan kukunya“.

Dalam riwayat lain :

 فلا يأخذ من شعره ولا من أظفاره حتى يضحي

 “Maka janganlah ia mengambil sesuatu dari rambut atau kukunya sehingga ia berkurban“.

Hal ini, mungkin, untuk menyerupai orang yang menunaikan ibadah haji yang menuntun hewan kurbannya. Firman Allah:

  وَلا تَحْلِقُوا رُءُوسَكُمْ حَتَّى يَبْلُغَ الْهَدْيُ مَحِلَّه

“….. dan jangan kamu mencukur (rambut) kepalamu, sebelum kurban sampai di tempat penyembelihan…”. [al-Baqarah/2 : 196].

 

Larangan ini, menurut zhahirnya, hanya dikhususkan bagi orang yang berkurban saja, tidak termasuk istri dan anak-anaknya, kecuali jika masing-masing dari mereka berkurban. Dan diperbolehkan membasahi rambut serta menggosoknya, meskipun terdapat beberapa rambutnya yang rontok.

Kedua

Memperbanyak zikir, seperti tasbih, tahmid, tahlil dan takbir di 10 hari pertama bulan Dzulhijjah. Amalan inه mirip dengan bacaan thawaf yang dilakukan para jamaah haji. Seperti diketahui, mendekati prosesi ibadah haji, kondisi masjidil haram mulai dipadati para jamaah haji yang melaksanakan ibadah thawaf, baik thawaf qudum, thawaf sunnah, mapun thawaf umroh. Saat itu bacaan-bacaan zikir itu dilantunkan. Oleh karena itu, kita yang di Tanah Air dan belahan negeri lainnya dianjurkan memperbanyak zikir, membersamai suasana di Tanah Suci Makkah.

Sebagaimana firman Allah Ta’ala;

  وَيَذْكُرُوا اسْمَ اللَّهِ فِي أَيَّامٍ مَعْلُومَاتٍ

 “…. dan supaya mereka menyebut nama Allah pada hari-hari yang telah ditentukan …”. [al-Hajj/22 : 28].

 Para ahli tafsir menafsirkannya dengan sepuluh hari dari bulan Dzulhijjah. Karena itu, para ulama menganjurkan untuk memperbanyak dzikir pada hari-hari tersebut, berdasarkan hadits dari Ibnu Umar Radhiyallahu ‘anhuma.

  فأكثروا فيهن من التهليل والتكبير والتحميد

 “Maka perbanyaklah pada hari-hari itu tahlil, takbir dan tahmid“. [Hadits Riwayat Ahmad].

Imam Bukhari rahimahullah menuturkan bahwa Ibnu Umar dan Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhuma keluar ke pasar pada sepuluh hari tersebut seraya mengumandangkan takbir lalu orang-orangpun mengikuti takbirnya.

Dan Ishaq, Rahimahullah, meriwayatkan dari fuqaha’, tabiin bahwa pada hari-hari ini mengucapkan :

الله أكبر الله أكبر لا إله إلا الله والله أكبر ولله الحمد

Allahu Akbar, Allahu Akbar, Laa Ilaha Ilallah, wa-Allahu Akbar, Allahu Akbar wa Lillahil Hamdu “Allah Maha Besar, Allah Maha Besar, Tidak ada Ilah (Sembahan) Yang Haq selain Allah. Dan Allah Maha Besar, Allah Maha Besar, segala puji hanya bagi Allah”.

Tidak dibolehkan mengumandangkan takbir bersama-sama, yaitu dengan berkumpul pada suatu majlis dan mengucapkannya dengan satu suara (koor) selain pada hari ke 10 Dzulhijjah dan Ayyamut Tsayriq. Hal ini tidak pernah dilakukan oleh para Salaf. Yang menurut sunnah adalah masing-masing orang bertakbir sendiri-sendiri. Ini berlaku pada semua dzikir dan do’a, kecuali karena tidak mengerti sehingga ia harus belajar dengan mengikuti orang lain. Dan diperbolehkan berdzikir dengan yang mudah-mudah. Seperti : takbir, tasbih dan do’a-do’a lainnya yang disyariatkan.

 Ketiga

Berpuasa pada hari-hari pertama bulan Dzulhijjah, terutama pada hari Arafah (9 Dzulhijjah). Sebagaimana diketahui bahwa puncak prosesi ibadah haji adalah wukuf di Arafah yang terjadi pada tanggal 9 Dzlulhijjah atau satu hari sebelum hari raya Idul Adha. Para jamaah haji pada saat itu berkumpul di padang Arafah dalam rangka melaksanakan rukun haji yang utama, yakni wukuf. Oleh sebab itu, kita yang di Tanah Air disunnahkan puasa Arafah di hari itu (9 Dzulhijjah) dalam rangka membersamai suasana ibadah dan suasana spritual sebagaimana yang dirasakan oleh para jamaah haji yang sedang wukuf di Padang Arafah.

 Diriwayatkan oleh Imam Muslim dari Abu Qatadah rahimahullah bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

  صيام يوم عرفة أحتسب على الله أن يكفر السنة التي قبله والتي بعده

 “Berpuasa pada hari Arafah karena mengharap pahala dari Allah melebur dosa-dosa setahun sebelum dan sesudahnya”.

 Keempat 

Berqurban. Rasulullah saw saat berhaji membawa hewan untuk diqurbankan. Beliau menyembelihnya di pagi hari tanggal 10 Dzulhijjah usai melontar jumroh di Mina. Hal itu pun diikuti oleh para jamaah haji dari kalangan sahabat. Demikan juga oleh para jamaah haji saat ini, mereka melaksanakan ibadah qurban di tengah-tengah melaksanakan ibadah haji. Oleh karena itu, saat kita di Tanah Air melaksanakan ibadah qurban, maka seakan-akan kita membersamai para jamaah haji yang sedang melaksanakan ibadah yang sama, yaitu melaksanakan ibadah qurban.

Rasulullaah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

 من صلى صلاتنا، ونسك نسكنا، فقد أصاب النسك. ومن نسك قبل الصلاة فلا نسك له

“Barangsiapa yang shalat seperti kita shalat, dan berkurban seperti kita berkurban, maka sungguh dia telah mengerjakan kurban dengan benar. Dan barangsiapa yang menyembelih kurbannya sebelum shalat ‘Idul Adh-ha, maka kurbannya tidak sah.” (HR. Al Bukhari)

Ini menunjukkan bahwa ibadah kurban itu merupakan kekhususan dan syi’ar yang hanya terdapat di dalam bulan Dzulhijjah

 Kelima      

Perintah melakukan segala amal kebaikan, terutama di 10 hari pertama bulan Dzulhijjah. Hal ini karena saat-saat inilah puncak kegiatan ibadah haji dilakukan. Oleh sebab itu pahala yang disediakan Allah swt pun begitu besar. Ini karena dikaitkan prosessi tahunan yang besar dan melibatkan seluruh bangsa dan departemen-departemen terkait dalam prosesi ibadah haji. Karena itu umat Islam yang tidak berhaji seperti kita yang sedang di Tanah Air ini, diajak terlibat dengan suasana haji ini. Dan pahala yang disediakan Allah swt pun sangat besar.

Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

 ما من أيام العمل الصالح فيهن أحب إلى الله من هذه الأيام العشر. قالوا ولا الجهاد في سبيل الله؟ قال: ولا الجهاد في سبيل الله إلا رجل خرج بنفسه وماله ولم يرجع من ذالك بشيء. (رواه البخاري

 “Tidak ada hari yang amal shalih lebih dicintai oleh Allah daripada hari-hari yang sepuluh ini (10 awal Dzulhijjah –pen).” Para sahabat bertanya: “Apakah lebih baik daripada jihad fii sabiilillaah ?” Beliau bersabda, “Iya. Lebih baik daripada jihad fii sabiilillaah, kecuali seseorang yang keluar berjihad dengan harta dan jiwa raganya kemudian dia tidak pernah kembali lagi (mati syahid –pen).” (HR. Al Bukhari)

Keenam

Memberi manfaat kepada orang lain, seperti membantu orang, terutama mereka yang terdampak covid 19 dan memperbanyak sedekah. Bahkan berqurban pun sudah merupakan manifestasi memberi manfaat kepada orang lain. Hal ini senafas dengan hikmah manfaat dari ibadah haji.

 ليشهدوا منافع لهم

 “Supaya mereka menyaksikan berbagai manfaat bagi mereka …” (Qs. Al Hajj: 28)

 Demikianlah jenis-kenis ibadah yang membersamai ibadah para jamaah haji.

Marilah kita membersamai amalan para jamaah haji yang sedang di Tanah Suci, meskipun tahun ini kita tidak dapat melaksanakan ibadah haji di sana. Semoga amalan ini, dicatat sebagai pahala ibadah haji kita, atau kita segera dipanggil ke Tanah Suci pada waktu-waktu mendatang. Aamiin.

Tidak ada komentar: