Rabu, 10 Oktober 2012

Kisah “Qurban” Sepanjang Masa


“Ceritakanlah kepada mereka kisah kedua putera Adam (Habil dan Qabil) menurut yang sebenarnya, ketika keduanya mempersembahkan korban, maka diterima dari salah seorang dari mereka berdua (Habil) dan tidak diterima dari yang lain (Qabil). Ia berkata (Qabil): "Aku pasti membunuhmu!." Berkata Habil: "Sesungguhnya Allah hanya menerima (korban) dari orang-orang yang bertakwa." (QS. Al-Maidah: 27)


Kisah peristiwa “qurban” ternyata bukan hanya terjadi pada masa Nabi Ibrahim dan nabi Ismail as saja. Sejak era nabi Adam as pun terbukti ibadah qurban sudah terjadi.
Ayat di atas mengisahkan tentang dua putera nabi Adam as yang bernama Qabil dan Habil yang diperintahkan Allah swt melalui nabi Adam as agar kedua puteranya melaksanakan qurban sebagai ujian bagi keimanan mereka, segaligus menguji ketaatan mereka kepada Allah dan Rasulnya. Pada saat itu, hewan qurban yang dipersembahkan Habil diterima oleh Allah swt. Sedangkan hewan qurban yang dipersembahkan oleh Qabil tidak diterima oleh Allah swt . Salah satu sebab tidak diterimanya hewan qurban Qabil adalah lantaran kurangnya keikhlasan melaksanakan perintah Allah swt; berkurban bukan lahir dari rasa ketakwaan kepada Allah swt tapi karena merasa terpaksa diperintah ayahnya yang bernama nabi Adam as. Allah swt menjelaskan sebab diterimanya amal adalah karena lahir dari rasa taqwa “Sesungguhnya Allah hanya menerima (korban) dari orang-orang yang bertakwa." (QS. Al-Maidah: 27)
Sebagian riwayat menyebutkan, bahwa karena lahir dari rasa ketakwaan, Habil yang hewan qurbannya diterima oleh Allah swt telah mempersembahkan hewan qurbannya yang terbaik dan super. Sedangkan Qabil yang berqurban dengan tidak ikhlas hanya mempersembahkan hewan terburuknya, sehingga qurban beliau tidak diterima.
Oleh sebab itu, ada baiknya bagi kita kaum muslimin, saat akan berqurban, dapat mempersembahkan hewan yang super dan terbaik, kemudian dengan rasa ketakwaan kita persembahkan. Dengan begitu, diharapkan ibadah qurban kita diterima oleh Allah swt.
Kisah qurban lainnya adalah kisah yang sangat populer, yakni pengorbanan nabi Ibrahim as dan nabi Ismail as. Kisah ini telah diceritakan Allah swt dalam surat Ibrahim: “Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata: "Hai anakku sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka fikirkanlah apa pendapatmu!" Ia menjawab: "Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar."  Tatkala keduanya telah berserah diri dan Ibrahim membaringkan anaknya atas pelipis(nya), (nyatalah kesabaran keduanya ). Dan Kami panggillah dia: "Hai Ibrahim, sesungguhnya kamu telah membenarkan mimpi itu sesungguhnya demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik. Sesungguhnya ini benar-benar suatu ujian yang nyata.”  (QS. Ibrahim: 102-106)
Para ahli sejarah menyatakan bahwa nabi Muhammad saw selain bergelar al-amin, khotamul anbiya wal mursalin, dan habiballah, beliau juga bergelar ibnu Dzabihain (anak dari dua orang yang nyaris disembelih). Siapa dua orang tua yang nyaris disembelih (dikorbankan)? Yang pertama, adalah nabi Ismail as. Beliau adalah nenek moyang nabi Muhammad saw. Rasulullah saw bersabda, “Sesungguhnya Allah telah memilih Kinanah dari anak Ismail, dan memilih Quraisy dari Kinanah, kemudian memilih Hasyim dari Quraisy, dan memilihku dari Bani Hasyim “ (HR Muslim )
Jika nabi Ismail adalah “bapak” pertama nabi Muhammad saw yang nyaris disembelih, lalu siapakah bapak yang kedua yang hampir disembelih? Dia adalah Abdullah; ayahanda nabi Muhammad saw. Bagaimana kisahnya?
Konon, pada zaman dahulu, sebelum Rasulullah saw dilahirkan, penduduk Makkah melakukan kemusyrikan dan mengotori tata cara manasik haji yang merupakan peninggalan ajaran nabi Ibrahim as yang suci. Ka’bah yang semula suci, kini dikotori dengan berhala-hala yang jumlahnya mencapai ratusan. Orang yang pertama membawa berhala ke Ka’bah adalah ‘Amr bin Luhayy bin Qonaah, lalu berhala itu menjadi sesembahan bangsa Arab. Mereka memotong telinga hewan mereka untuk dipersembahkan kepada para berhala, sehingga dengan kedurhakaan mereka yang banyak itu, Allah swt menghentikan mengalirnya sumber air zamzam selama kurun waktu. Hingga pada suatu saat Abul Muthollib –yang merupakan kakek Rasulullah saw– bermimpi ditemukannya kembali sumber air zamzam itu. Namun, usaha mencari sumber air zam-zan itu tidak ditemukan.
Kemudian Abdul Muthollib bernadzar kepada Allah, bahwa jika ia mampu menemukan kembali sumber air zamzam, maka ia siap menyembelih salah satu dari sepuluh putera yang dimilikinya. Setelah beliau bernazar maka pada hari berikutnya beliau pun menemukan sumber air zamzam yang kini terus mengalir hingga zaman modern sekarang ini..
Sesuai dengan janjinya, bahwa biila sumber air zamzam dapat diketemukan maka ia akan menyembelih salah seorang puteranya, maka beliau pun berkonsultasi kepada pemuka agama yang ada saat itu. Kemudian, pemuka agama itu pun menyarankan agar Abdul Muthollib membuat undian dengan memasukkan sepuluh nama puteranya dalam sebuah bejana kemudian diundi, dan nama puteranya yang keluar dari bejana itu, maka itulah yang akan disembelih.
Setelah melaksanakan petunjuk pemuka agama itu, Abdul Muthollib pun mulai memasukkan 10 nama puteranya tersebut, termasuk di dalamnya adalah nama Abdullah (calon ayah Rasulullah saw). Dan setelah salah satu nama dikeluarkan dari dalam bejana, ternyata nama Abdullah –lah yang keluar. Ini berarti Abdullah-lah yang  akan disembelih.
Namun, karena Abdullah adalah putera Abdul Muthollib yang sangat disayang dan dicintainya, maka Abdul Muthollib enggan untuk melaksanakan nazarnya jika harus menyembelih Abdullah. Akhirnya, Abdul Muthollib pun berkonsultasi kembali kepada pemuka agama saat itu. Kemudian pemuka agama itu menyarankan untuk diganti dengan sepuluh ekor unta, dan diundi kembali. Akan tetapi saat undian dilakukan, justru nama Abdullah kembali yang keluar undian, lalu hal itu terjadi hingga 10 kali undian, dan nama Abdullah tetap yang keluar dalam undian. Sehingga Abdul Muthollib mengeluarkan sebanyak 100 ekor unta untuk menggantikan nyawa Abdullah, karena beliau tidak tega dan merasa sayang kepada Abdullah jika dia yang disembelih.
Setelah 100 ekor unta dikeluarkan sebagai ganti nyawa Abdullah, pemuka agama itu pun menyebut hal itu sudah cukup untuk menggantikan nyawa seorang yang akan disembelih, sehingga Abdul Muthollib tidak perlu lagi mengundi nama-nama puteranya untuk disembelih, dan Abdullah pun tidak perlu disembelih karena sudah cukup digantikan oleh 100 ekor unta yang akan disembelih dan disedekahkan kepada fakir miskin dan masyarakat sekitar.
Dan pada masa Islam, jumlah 100 ekor unta atau senilai dengannya, kini menjadi jumlah harta yang harus dibayar oleh seseorang yang terkena diyat qishos (denda tindakan pembunuhan) yang diberikan kepada keluarga korban pembunuhan.
Kisah di atas memperjelas, bahwa keberadaan Abdullah yang nyaris disembelih menjadi keberkahan bagi masyarakat sekitarnya, baik kepada saudara-saudaranya yang tidak disembelih disebabkan nama Abdullah yang keluar saat diundi. Sebab, boleh jadi jika nama lain dari saudara-saudaranya yang keluar, Abdul Muthollib langsung melaksanakan nazrnya, karena hanya Abdullah yang sangat dicintainya, sedang yang lainnya tidak seperti itu.
Yang kedua, dengan disembelihnya 100 ekor unta menggantikan nyawa Abdullah, berarti masyarakat sekitar mendapat keberkahan pesta santap daging unta, sehingga semua orang senang mendapatkan bagian daging unta tersebut.
Itulah sebabnya Rasulullah saw diberi gelar “Ibnu Dzabihaian” (Putera dari dua orang tua yang nyaris disembelih; yakni nabi Ismail as dan Abdullah bin Abdul Muthollib).
Perintah menyembelih hewan kini, bukan hanya terjadi pada bulan Dzulhijjah saja, akan tetapi disunnahkan pula pada saat hari ketujuh kelahiran seorang anak, yang kemudian disebut “aqiqah”. Hal ini memberi pelajaran secara filosofi, bahwa kehadiran anak di dunia memberikan keberkahan kepada masyarakat sekitar, sehingga diharapkan jika besar nanti, kehadirannya pun akan bermanfaat bagi orang lain. Belum lagi sunnah mencukur rambut bayi yang kemudian ditimbang dan dikonversi kepada beratnya perak atau emas, lalu perak seberat rambut yang dicukur itu atau harta yang senilainya  diisedekahkan kepada kaum fakir dan miskin.
Orang yang berkorban, adalah orang yang memberi manfaat kepada  orang sekitarnya. Namun berkorban bukan untuk dilihat darahnya agar dipuji si fulan telah berkorban, namun berkorban harus didasari ketakwaan. Allah swt berfirman: “Daging-daging unta dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat mencapai (keridhaan) Allah, tetapi ketakwaan dari kamulah yang dapat mencapainya. Demikianlah Allah telah menundukkannya untuk kamu supaya kamu mengagungkan Allah terhadap hidayah-Nya kepada kamu. Dan berilah kabar gembira kepada orang-orang yang berbuat baik “ (QS. Al-Haj: 37).  Wallahu a’lam bish showab. )I(

Jamhuri

Tidak ada komentar: