Dalam salah satu wasiatnya, Imam Syahid
Hasan al-Banna pernah berpesan: “Berusahalah untuk bisa berbicara bahasa Arab
fushshah (baik dan fasih,) sebab itu termasuk doktirn Islam”.
Dalam banyak ayat, al-Quran menegaskan
tentang bahasa resmi yang digunakannya. Bahasa resmi al Quran, sebagaimana
Allah sebutkan, adalah bahasa Arab, (12;2), (20;113), (39;28), (41;3), (42;7),
(43;3), seperti salah satu firman Allah SWT :
اناأنزلناه
قرآنا عربيا لعلكم تعقلون
"Sesungguhnya
Kami turunkan al-Quran berbahasa Arab, agar kamu mau berfikir." (QS:
Yusuf; 2).
Ayat di atas mengandung makna yang dalam,
sebab di penghujung ayat tersebut tertulis kata
"La'allakum tattaqun", agar kamu mau berfikir. Apa
sebenarnya rahasia yang terdapat dalam bahasa Arab? Adakah keistimewaan bahasa Arab dari bahasa
lainnya? Mengapa kita diajak berfikir tentang bahasa Arab?. Ayat itu secara
implisit mengajak kita pula untuk menggali bahasa Arab, karena ia adalah bahasa
al-Quran, kitab pedoman bagi umat manusia. Ibnu Kholdun dalam
"Mukaddimah" nya mengatakan : "Bahasa adalah ungkapan seseorang
tentang keinginannya, ungkapan tersebut adalah refleksi lidah yang timbul dari
suatu keinginan, dan karenanya ia harus melekat pada lisan dan terjadi
berulang-ulang”. Pembawaan
yang terbaik seperti di atas hanya dimiliki bangsa Arab, demikian juga
kejelasan ungkapan suatu maksud, sebab disana terdapat bentuk-bentuk, selain
kalimat, yang mengandung arti. Seperti harakat yang membedakan kedudukan fa'il
dan maf'ul, demikian pula huruf-huruf yang masuk dalam fi'il
(kata kerja). Keistimewaan itu hanya terdapat dalam bahasa Arab. Sedangkan
bahasa-bahasa lain, setiap arti dan keadaan harus diungkapkan dengan kalimat
khusus yang menunjukkan suatu arti tertentu. Inilah rahasia yang terdapat pada
makna hadist Nabi SAW
أوتيت جوامع الكلم واقتصر لي الكلام
اختصارا
"Aku dikaruniai seluruh kalimat,
dan kalimat itu telah teringkas buatku ". (1)
Bahasa Arab Dan Perkembangannya.
Tersebarnya Islam keluar jazirah Arab
meyebabkan perubahan yang tidak sedikit. Rasa kesukuan pada setiap negeri
bergeser menjadi fanatisme agama (Islam) meski masih terdapat peradaban lokal.
Bahkan peradaban dan kultur lokal menjadi tetap eksis dengan datangnya Islam.
Kemenangan bangsa Arab terhadap bangsa
lain dibarengi dua hal; pertama, agama Islam yang toleran, dan kedua, bahasa
Arab. Sejak bangsa Arab menetap di negara-negara yang dikuasainya dan tersebar
di kota-kota dan
desa-desa, mereka menyebarkan bahasa Arab sebagai kedudukannya bahasa al-Quran.
Mereka menempatkan para pengajar di setiap negeri tersebut sambil mengajarkan
Al-quran dan
agamanya, sehingga bahasa Arab menjadi bahasa populer saat itu. Tidak heran,
banyak di antara anak bangsa dengan keasadaran sendiri menuntut ilmu dan
mempelajari bahasa Arab. Ada beberapa faktor sehingga mereka antusias mendalami
bahasa Arab (2) :
1.
Karena bahasa Arab adalah bahasa al-Quran dan bahasa agama baru
mereka (Islam), sebagaimana sholat yang diwajibkan kepada mereka harus
berbahasa Arab sehingga timbullah keinginan untuk lebih dalam mengetahui
maknanya. Hal ini menjadi modal mereka dalam mengkaji cabang ilmu agama
lainnya.
2.
Bagi penduduk yang belum muslim, mereka terpaksa
harus mempelajari bahasa Arab . Hal itu disebabkan karena situasi dan kondisi
di mana bahasa Arab telah menjadi bahasa negara disetiap sektor kehidupan.
3.
Beberapa bangsa, seperti Persi, Turki, India dan
lainnya, mempelajari bahasa Arab karena didorong keinginan mendapatkan kedudukan
atau pekerjaan pada pemerintahan Islam. Demikian pula para seniman dan pedagang
yang datang ke negeri Islam.
4.
Tersebarnya bangsa Arab ke beberapa negara seperti
Iran, Turkistan, India dan lainnya,. Hal ini menunjang tersebarnya bahasa Arab
pada daerah-daerah baru.
Tersebarnya bahasa Arab di
daerah-daerah baru memberikan pengaruh besar pada tulisan, logat dan sastra
lokal. Pada tulisan misalnya, tulisan Arab masih digunakan pada bahasa Persi
(Iran), Urdu (Pakistan), Indonesia (Arab melayu) sebelum dan ketika zaman
penjajahan. Bahkan sastra melayu (Indonesia) pun dipengaruhi oleh bentuk sastra
bahasa Arab.
Sastra Arab mengalami puncaknya pada
masa dinasti Abbasiyah (132 H-656 H), meski rasa asabiyah (fanatisme)
Arab berkurang pada masa itu karena terjadinya akulturasi dengan bangsa lain,
tidak seperti pada masa Bani Umayah yang Arab sentris. Perkembangan pada masa
Bani Abbas justru diwarnai oleh kultur bangsa lain seperti Persi, India, Turki,
Yunani dan lainnya. Hal ini terlihat dari banyaknya karya yang diterjemahkan ke
dalam bahasa Arab. Perikeadaan bahasa Arab pada dinasti Abbasiyah ditandai
dengan maraknya karya-karya disiplin ilmu agama dan bahasa, penerjemahan
buku-buku asing ke dalam bahasa Arab dan terpengaruhnya sastra Arab oleh
kemajuan budaya. Hal itu terlihat dari banyaknya pengandaian para satrawan
dengan kondisi baru. (3)
Kondisi di atas menyebabkan pula pesatnya perkembangan gaya penulisan
prosa (natsar), maka lahirlah berbagai macam gaya penulisan; ilmiah, filsafat,
sejarah, sastra dan lainnya.
Ilmu-ilmu Bahasa Arab
Setelah Islam menjarah seluruh bangsa,
sebagaimana bahasa Arab, terjadilah pembauran hal mana bahasa Arab pun
mengalamai perubahan tatkala diucapkan oleh bangsa 'Ajam (non Arab). Bangsa
Persi dikenal sangat sulit mengucapkan bahasa Arab, mereka terkadang
mengucapkannya dengan kaidah bahasa Persi, seperti menjama'kan lafadz mufrad
dengan menambah 'alif' dan 'nun' sebagaimana yang mereka temukan pada bahasa
Persi. Misalnya lafadz شريك menjadi
شريكان, sedangkan yang benar menurut kaidah bahasa Arab adalah
شركاء dan masih banyak lagi kesalahan-kesalahan bangsa 'Ajam dalam
menuturkan kalimat-kalimat Arab. Kondisi di atas akan lebih fatal bila yang
dibaca dan diucapkannya adalah al-Quran dan al-Hadist. Bukan saja berdosa, tapi
juga akan mengakibatkan salah makna dan penafsiran terhadap kandungan isi
ajaran al-Quran dan al-Hadis. Maka disusunlah kaidah-kaidah bahasa Arab,
seperti fa'il itu marfu', maf'ul itu mansub, mubtada
adalah marfu', i'rab dan lain sebagainya yang kini dikenal dengan
ilmu Nahwu. Orang yang pertama kali menyusun disiplin ilmu ini adalah Abul
Aswad Ad-Dualy dari Bani Kinanah atas perintah sahabat Ali bin Abi Thalib ra
dalam rangka memelihara bahasa Arab dari kesalahan membaca al-Quran dan
al-Hadist. Kemudian dilanjutkan oleh generasi berikutnya hingga Al-Kholil bin
Ahmad Al-Farohidi pada masa khalifah Harun Al-Rasyid. Beliau mempunyai murid
yang sangat terkenal dalam ilmu Nahwu bernama Sibawaih, yang menyususn karyanya
berjudul "Al Kitab" dalam ilmu Nahwu. Kitab ini menjadi refrensi
utama bagi karya-karya generasi berikutnya. (4) Untuk memenuhi kebutuhan para pemula,
tersusun pula kitab-kitab yang memuat kaidah secara ringkas dan mudah, seperti Matan
al Jurumiyah karya Imam Al-Sonhaji, al-Mufasshol karya Zamahksyari, alfiyah
(dalam bentuk nadzam) karya Ibnu Malik al-Andalusi. Disamping itu, lahir pula
beberapa ilmu bahasa Arab, diantaranya :
1. Ilmu Nahwu,
ilmu yang membahas tentang kaidah-kaidah susunan kalimat (tarkib) dalam bahasa
Arab, baik berupa i'rab, bina dan lainnya. (5) Seperti hukum fa'il adalah marfu',
maf'ul yang mansub dan lain sebagainya.
2.
Ilmu shorof, ilmu
yang membahas perubahan shigat (bentuk) dan pengaruhnya pada makna,
seperti kata ضرب fi'il madhi (kata kerja lampau), fi'il modhore'
يضرب (kata
keja kini/yang akan datang). Ilmu nahwu dan ilmu shorof mempunyai kaitan yang sangat erat. Bahkan
para Nuhat (ahli ilmu nahwu) mengibaratkan keduanya bagaikan ayah dan
ibu.
3.
Ilmu Bayan, ilmu menyampaikan satu makna dengan
bermacam-macam bentuk (cara) seperti tasybih, isti'aroh, majaz,
kinayah dan lainnya.
4. Ilmu Ma'ani, ilmu tentang keadaan lafadz yang diucapkan sesuai keadaan
(muqtadaho hal), seperti khobar, insya dan ketentuan maksud yang
diucapkan, qasr, ijaz, ithnab dan lainnya.
5. Ilmu Badi', ilmu tentang keindahan kalimat dengan memperhatikan
ketentuan jelasnya lafadz dan korelasinya antara lafadz yang diucapkan dengan
situasi dan kondisi. Seperti ; al
jinas, saja', muqobalah dan lainnya.
6. Dan masih banyak lagi cabang ilmu lainnya, seperti ilmu Arudlh
(kaidah sya'ir), imla (metode menulis Arab), ilmu lughot
(melestarikan khazanah kosa kata Arab
yang hampir punah melalui penyusunan kamus umpamanya) dan lain sebagainya.
Pasang Surut Bahasa Arab
Sebagaimana dikemukakan di atas, masa penterjemahan ('ashr tarjamah)
pada masa dinasti Abbasiyah adalah masa keemasan Islam, dan bahasa Arab
berfungsi sebagai bahasa pengantar pada setiap perkuliahan dan pengkajian ilmu
pengetahuan pada masa itu. Tidak sedikit para thalib (siswa) dari manca negara berdatangan
ke Baghdad guna menggali ilmu. Sudah barang tentu bahasa Arab mempunyai tempat
strategis pada masa itu dan menjadi bahasa internasional, sekaligus bahasa
pemersatu bagi dunia Islam.
Pada tahun 656 H, Dinasti Abbasiyah
mengalami keruntuhan akibat serbuan bangsa Tartar. Kerajaan Islam pun terpecah
menjadi negeri-negeri kecil. Setiap negeri dipimpin oleh raja. Masa itu dalam
buku-buku sejarah disebut masa Mamalik ('ashr mamalik). Di antara raja tadi terdapat raja yang
berbangsa non Arab dan sedikit sekali perhatiannya terhadap perkembangan bahasa
Arab. Rasa fanatisme suku pun tumbuh, hingga nasib sastra Arab mengalami
kemunduran meski masih terdapat beberapa sastrawan Arab seperti Sofiyudin al
Hilli, Busyiri, Ibnu Nabatah dan lain-lain.
Pada masa pemerintahan Turki Ustmani (Dinasti Ottoman)
tahun 923-1213 H, nasib bahasa Arab makin bertambah redup, sekolah-sekolah yang
mengajarkan bahasa Arab ditutup, dan bahasa Turki menjadi bahasa resmi negara.
Namun demikian bahasa Arab masih dapat diselamatkan oleh universitas Al Azhar
Cairo, sebuah perguruan tinggi Islam tertua yang masih menggunakan dan
melestarikan bahasa Arab dengan segala ilmu-ilmunya, dari sana pula terbentuk
lembaga 'Majma' al-Lughoh al-Arabiyah'. Tanpa Al Azhar masa itu, mungkin ilmu
bahasa Arab akan sirna di jazirah Arab. (6)
Setelah tahun 1213 H hingga kini,
bahasa dan satra Arab mengalami kebangkitan kembali, hal ini karena ditunjang
beberapa faktor :
1. Banyaknya warga
Arab menuntut ilmu di Eropa sebagai sumber ilmu pengetahuan. Mereka kembali ke
negaranya dengan menterjemahkan ilmu-ilmu yang mereka dapat ke dalam bahasa
Arab.
2.
Meratanya pendidikan di setiap jenjang pendidikan
di negara-negara Arab.
3.
Berkembangnya teknologi alat penulisan dan percetakan
bahasa Arab.
4.
Berkembangnya jurnalistik memberikan andil dalam
pengembangan bahasa Arab
5.
Terbitnya buku-buku, baik agama maupun umum
berbahasa Arab.
Namun demikian, hasil-hasil yang
dicapai belum maksimal dan perlu adanya usaha-usaha ke arah memasyarakatkan
bahasa Arab, khusunya di negara-negara non Arab yang berpenduduk muslim.
Usaha-usaha Orientalis Merusak Bahasa
Arab
Para orientalis menyadari bahwa bahasa
Arab adalah satu-satunya alat penyebaran pemikiran dan nilai-nilai Islam ke
seluruh pelosok dunia. Sebab, sekalipun seseorang bukan berbangsa
Arab, namun karena ia seorang muslim, mereka merasa berkewajiban mempelajari
bahasa Arab dalam rangka mengkaji kandungan al-Quran. Dengan demikian, meskipun
setiap bangsa mempunyai logat masing-masing, namun dalam penulisan, mereka
dapat saling mengerti, karena dalam penulisan digunakan bahasa Arab fasih
(benar). Philip Hitti dalam bukunya "Arabs History" berkata : "
Jika bahasa Arab dapat cepat tersebar dikalangan kaum muslimin dan terciptanya
saling pengertian di antara mereka karenanya, hal itu karena disebabkan kitab
mereka; al-Quran, karena dia-lah yang mempersatukan lahjah-lahjah yang berbeda
". (7)
Menyadari hal itu, para orientalis
berusaha menyingkirkan bahasa Arab sebagai bahasa negara dan menggantikannya
dengan bahasa asing. Di Marokko pernah
ada upaya memberlakukan bahasa Perancis sebagai pengganti bahasa Arab. 'Ilal
al-Fasi mengutip ucapan seorang pengacara Mr. Backer pada suatu pertemuan
tentang sistem pengadilan bangsa Barbar tanggal 26 Pebruari 1930 :
"Anggota komite telah sepakat untuk menghapus peraturan hukum adat yang
berbahasa Arab". Pada waktu itu telah terjadi penyobekan dokumen
pengadilan yang bertuliskan Arab oleh seorang pejabat jawatan pengawas sipil;
Benauth dan penerusnya; Cornby, hingga akte nikah pun diganti dengan dengan
bahasa Perancis. (8) Usaha mereka tidak sebatas itu saja, mereka
juga menerjemahkan al-Quran ke dalam bahasa Perancis, bukan untuk orang
Perancis, melainkan diperuntukkan bagi muslim Maroko.
Di Turki, upaya mengganti bahasa Arab
dengan bahasa Turki telah berjalan, bahkan sampai menyentuh pada rutinitas
ritual, seperti adzan dan al-Quran. Adzan tidak lagi dikumandangkan dengan
bahasa Arab seperti yang kita kenal, tapi bahasa Turki menempati kedudukannya.
Peristiwa ini terjadi pada masa rezim Mustafa Kamal Attaturk.
Di Mesir, perang terhadap bahasa Arab
dilakukan dengan upaya memasyarakatkan bahasa 'amiyah (pasaran) dan tulisan
latin sebagai pengganti tulisan Arab. Wilham Sbeta menyusun buku
"Kaidah-kaidah Bahasa Arab 'Amiyah di Mesir". Dalam buku itu
diungkapkan betapa sulitnya mempelajari bahasa Arab fasih (benar), diusulkan
pula tulisan latin sebagai pengganti tulisan Arab.(9)
Upaya di atas bukan hanya dilakukan
bangsa Barat saja, beberapa ilmuwan Arab yang telah tererosi pemikiran Barat
turut mendengungkan ajakan diatas, seperti Selamat Musa dan Abdul Aziz fahmi.
Usaha-usaha Melestarikan Bahasa Arab
Setelah bahasa Arab mengalami
percampuran dengan bahasa lain akibat tersebarnya Islam, ia mengalami perubahan
dari keasliannya. Untuk melestarikan keasliannya, para ulama terpanggil
menyusun kaidah-kaidah bahasa Arab. Sebagai rujukannya adalah al-Quran, Hadist
dan beberapa syair dan natsar peninggalan jaman jahiliyah dan permulaan Islam
yang masih utuh keasliannya. Dengan demikian bahasa Arab masih terpelihara
keasliannya. Namun demikian setiap bahasa mengalami dinamika sesuai perjalanan
masa. Beberapa kalimat asing terkadang teradopsi ke dalam bahasa tersebut, dan
hal itu dialami pula oleh bahasa Arab, Bahasa Persi misalnya, beberapa
kalimatnya masuk ke dalam bahasa Arab, demikian juga bahasa India, Inggris dan lainnya.
Bertambahnya perbendaharaan kata ke dalam suatu bahasa menambah khazanah bahasa
tersebut. Tapi, ia juga tidak mesti merubah kaidah-kaidah bahasa asli, khususnya
bahasa Arab. Khusus bahasa Arab, ia sangat istimewa karena terpelihara berkat
adanya Al-Quran dan Hadist
serta peninggalan sastra pra dan permulaan Islam, baik yeng terpelihara secara
hafal maupun berupa manuskrip. Oleh karena itu para ahli (ilmuwan) muslim dalam
mengungkapkan suatu definisi selalu
merujuk kepada lafadz yang terdapat pada ketiga sumber di atas, terlebih dalam
pendekatan secara etimologi (lughotan).
Beberapa usaha yang pernah dilakukan
para ulama untuk melestarikan bahasa Arab adalah Abul Aswad Ad Duali, beliau
adalah peletak dasar kaidah-kaidah bahasa Arab, beliau diperintah oleh sahabat
Ali bin Abi Thalib ra setelah beliau banyak menyaksikan kesalahan kaum muslimin dalam membaca al-Qur'an. Kemudian dilanjutkan oleh Al
Kholil bin Ahmad, Sibawaih dan lainnya.
Pada tahun 1932 M, raja Fuad I, raja
Mesir di zaman Mamalik mendirikan lembaga " Majma' al- Lughoh al
-rabiyah" di Cairo, tujuannya adalah menjaga dan meyelamatkan bahasa Arab,
menyusun kamus sejarah bahasa Arab, mengadakan studi dan riset tentang
dialek-dialeknya serta memajukan bahasa Arab. Lembaga ini terdiri dari para
pakar bahasa dan sastrawan. Kemudian pada tahun 1834, dua tahun setelah
berdirinya lembaga, lembaga ini menerbitkan majalah untuk meyebarkan hasil
studi dan risetnya. Majalah ini terbit hingga tahun 1962. Dalam
perkembangannya, lembaga ini telah menerbitkan pula beberapa kamus, seperti
Al-Mu'jam al-Wasit, Al-Mu'jam al-wajiz, dan satu jilid Al-Mu'jam al-Kabir.
Pada tahun 1936, Departemen Pendidikan
Mesir meminta agar Lembaga Bahasa Arab ini meyusun kamus yang memuat
kamus-kamus terdahulu ditambah dan disesuaikan dengan kemajuan iptek, sastra
dan seni modern. (10)
Dengan demikian, bahasa Arab fasih
(benar) dapat terpelihara hingga kini, bahkan hingga hari kiamat, karena ia
adalah bahasa resmi al-Quran. "Sesungguhnya Kami yang menurunkan al-Quran,
dan Kami pula yang menjaganya ".
(Qs; Al Hijr : 9)
__________________
Daftar Pustaka
(1). Ibnu Kholdun, Muqaddimah, hal
469-470
(2). Dr. Abdul Salam Abdul Aziz Fahmi,
Kitab Nisab al Sibyan Wa mashiratu sittati qurun fi ta'lim al lughoh al
'arabiyah lil muslimin ghoiri natiqina biha, Jamiah Ummul Quro, hal 5-7.
(3). Ustadz Ustman sayid Abdur Rahim.
Al Kitab Al Asasi - Al Adab wa al Nushus, Jamiah Ummul Quro, hal 80.
(4). Ibnu Kholdun, Muqaddimah, hal 470.
(5). Al Jurjani, Kitab At Ta'rifat, hal
308.
(6). Ustad Ustman Sayid Abdur Rahim, Al
Kitab Al Asasi- Al Adab Wa al Nushus, Jamiah Ummul Quro, hal 103.
(7). Arabs History, hal 175 jilid I,
sebagaimana pada " Al Harokah al fikriyah diddal Islam, hal 180.
(8). Dr Barokat Abdul Fattah Duaidar,
Al HArakah al fikriyah dhiddal Islam, hal 182
(9). Idem, hal 185
(10). Dr Abdul Wahid Abdul Hafidz
Salim, Al Ma'ajim, Jami'ah Ummul Quro,
hal 71
Tidak ada komentar:
Posting Komentar