SAI
SETELAH THAWAF WADA’
Usai
thowaf wada’ dan akan bergegas berangkat ke Jeddah, seorang jamaah umroh bertanya, “Pak ustadz, kenapa sih thawaf wada’ gak ada sa’i-nya?, padahal
thowaf ifadhoh dan thowaf rukun ada sa’i-nya?”
“Siapa bilang gak ada sa’i-nya?
Thowaf wada’ juga ada sa’inya, tau….” jawab ustadz santai.
“Lho?, tadi, saat
ustadz bimibing kami berthawaf wada’, kok gak ada sa’i-nya?” tanya jamaah
menyanggah.
“Nanti !, sa’i-nya di Indonesia.” Jawab ustadz santai.
“Lho? Kok
sa’i-nya di Indonesia ustadz? Oh ya, mungkin ustadz alirannya beda ya? Syiah ya
ustadz? Yang tanah sucinya di Karbela? Atau Ahmadiyah yang tanah sucinya di
Lahore? Thowaf dan Sa’i-kan cuma di Tanah suci Makkah ustadz?” Tanya jamaah.
“Huss....jangan nuduh sembarangan, nanti jadi fitnah !” sanggah ustadz.
”Jadi
apa dong maksud perkataan ustadz sa’i-nya di Indonesia?” tanya jamaah
penasaran.
“Sa’i itu arti bahasanya adalah usaha..kerja keras. Jamaah umroh kalau sudah pulang dari ibadah umroh, dan kembali ke Tanah Air, harus kerja
lagi, harus sa’i. Jangan sampe sebelumnya macul, atau nyopir lalu menjual tanah
atau kendaraan, lalu pulang haji nganggur, gak kerja lagi...itu bukan umroh yang mabrur. Nah itulah makna sa’i di Tanah Air.” Jelas ustdaz.
“Ohh..gitu..saya
kira sa’i antara Shofa dan Marwah seperti biasa..” Celetuk jamaah.
“Memang betul, sa’i itu antara Shofa dan Marwah juga” Ustadz menimpali.
“Lho?kan di Indonesia gak ada bukit Shofa dan Marwah ustadzt?” Sanggah
jamaah kaget
“Sa’i (atawa usaha) itu harus dimulai dengan Shofa (yang
artinya kejernihan), jernih niat, jernih cara dan jernih tujuan, segala usaha harus dengan kejernihan, maka akan berakhir di Marwah (kepuasan lahir dan batin)". Ustadz menjelaskan.
“Ah, ustadz bisa aja nih....Oh ya ustadz, kalau ada calon presiden atau caleg pergi umroh, apa
sehabis tawaf wada, dia juga sa’i di Tanah Air?” Jamaah tanya lagi.
“Tergantung...!” jawab ustadz . “Maksudnya apa ust?” Tanya Jamaah.
“Kalau rakyat semakin makmur, hukum semakin
jelas, harga barang terjangkau, itu berarti dia sudah sa’i atawa usaha. Tapi
kalau rakyat semakin melarat, hukum gak jelas, harga pada naik, berarti dia
belum sa’i.” Jelas ustadz.
“Hehehe..” Jamaah tersenyum.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar