Kamis, 06 Juli 2023

Inilah Ciri Haji Mabrur

Jamaah Haji Pasca Thawaf Wada' (thawaf perpisahan)
Tidak ada bentuk ibadah individual dalam Islam melainkan hasil yang diharapkan darinya adalah kebaikan secara sosial.  Saat seorang muslim patuh melaksanakan ibadah shalat, maka diharapkan dari perbuatan shalatnya itu adalah tercegahnya ia dari perbuatan keji dan mungkar. Saat kita menunaikan zakat, maka yang diharapkan dari kita adalah terhindar dari sifat kikir serta memberi efek kepeduliaan dan kesejahteraan bagi masyarakat sekitar. Demikian juga saat kita melaksanakan ibadah puasa, diharapkan kita terhindar dari sifat emosi serta dapat menahan hawa nafsu yang akan merugikan pihak lain. Itulah inti dari risalah (misi) diutusnya Rasulullah saw. Sebagaimana beliau bersabda: "Tidaklah aku diutus kecuali untuk menyempurnakan akhlak (perilaku) yang sempurna." (al-hadist)

Demikian pula dengan ibadah haji yang kita lakukan, hendaknya ibadah haji tersebut memberi efek positif secara sosial.

Para ulama sepakat bahwa salah satu indikasi kemabruran seorang jamaah haji adalah menjadi pribadi yang lebih baik lagi dari pribadi sebelumnya.

Di antara ciri kemabruran seorang jamaah haji yang yang telah melaksanakan haji adalah:

  1. Thiibul Kalaam (طيب الكلام) tutur katanya menjadi baik, lembut dan ramah. Ucapannya  enak didengar oleh yang mendengarnya. Tidak kasar dan tidak menyakiti lawan bicaranya. Ini hanya bisa dilakukan oleh orang memiliki sifat sabar dan sopan santun kepada orang lain.
  2. Ithámut Thoám (اطعام الطعام) peduli kepada kaum lemah dan miskin . Berkali-kali melaksanakan umroh atau haji tidak akan berguna jika tidak memberi efek positif bagi lingkungannya, terutama kaum miskin dan dhuafa. Abdulllah bin Mubarok, seorang tabiín, ulama dan waliyullah pernah berhaji unuk kesekian kalinya. Saat berangkat bersama rombongan jamaah haji, rombongan beristirhat di sebuat perkampungan yang dilewatinya. Saat rombongan singgah bersitirahat, Abdullah bin Mubarok berkeliling desa. Didapatinya seorang janda yang memungut  hewan yang sudah mati menjadi bangkai lalu dimasaknya. Abdullah bertanya kepadaya, "Bukankah daging bangkai itu haram dimakan?" Sang Ibu janda menjawab, "Haram buat tuan, tapi halal buat kami, karena kami dan anak-anak kami sudah tiga hari belum menemukan makanan, sementara kami dalam keadaan darurat diperbolehkan mengkonsumsi bangkai agar kami dapat bertahan hidup." Seketika itu juga hati Abdullah bin Mubarok tertegun, ia pun menyerahkan seluruh harta perbekalan untuk melanjutkan perjalanan menuju Makkah, ia  serahkan semua harta perbekalannya kepada ibu janda beranak tersebut. Abdullah pun kembali ke kampung dan tidak ikut bersama rombongan kefilah haji  ke Tanah Suci. Singkat cerita, para jamaah haji kembali ke rumahnya setelah merampungkan ibadah haji mereka. Salah seorang jamaah haji bersilaturrahmi ke rumah Abdullan bin Mubarok, lalu berkata, "Alhamdulillah ya syaikh (tuan guru), kita sudah bersama-sama pergi haji tahun ini ya? Semoga haji kita haji yang mabrur." Abdullah terheran dan berkata, "ya aamiin. tapi saya tidak jadi berangkat ke Mekkah. Saya kembali ke rumah." Namun sang tamu itu bersikukuh dan yakin, bahwa Abdullah bin Mubarok ikut berhaji ke Tanah Suci. "Saya melihat Anda dan kita sama-sama berthowaf dan berwukuf kan?" Abdullah hanya bisa terdiam. Saat malam tiba dan Abdullah tertidur beliau bermimpin bertemu dengan Rasulullah saw. Dalam mimpi itu Rasulullah mengabarkan bahwa hajinya Abdullah telah dibadal hajikan  (digantikan) oleh malaikat karena harta yang diperuntukkan berhaji diberikan kepada sang janda dan anak-anak yatim yang sedang kelaparan dan membutuhkan pertolongan. Kisah ini menunjukkan pentingnya kepedulian dari pada berkali-kali umroh atau haji namun masih tidak peduli kepada kaum miskin dan dhuafa.
  3. Shilatul Arham (صلة الأرحام) menjadi agen perekat umat. Ciri lain dari kemabruran seorang jamaah haji adalah menjadi unsur perekat umat. Menjadi penyatu dan mendamaikan antara umat Islam. Baik di lingkungan keluarga terdekat, masyarakat serta di tengah-tengah umat. Jamaah haji tidak diperbolehkan menjadi provokator yang memecah belah keluarga, masyarakat dan umat. Sebaliknya ia harus menjadi unsur perekat umat dan bangsa.
Jika para jamaah haji memiliki ciri-ciri tersebut, insya Allah bukan hanya mabrur hajinya, namun menjadi alumni-alumni haji yang dirindukan oleh semua makhluk Allah. Bahkan dirindukan Allah, malaikat, Rasul dan semua kaum muslimin, bahkan seluruh makhluk  yang ada.

Semoga para jamaah haji yang telah melaksankan haji-nya tahun ini benar-benar menjadi haji yang mabrur dengan indikasi dan ciri di atas. Sehingga mereka pulang bagaikan seorang bayi yang baru dilahirkan, bersih dari segala dosa, dan orang-orang yang melihatnya merasa gembira dengan kelahirannya...Amin


Tidak ada komentar: