Jumat, 07 April 2023

Muzakki Bermental Mustahik

Beberapa waktu lalu kita mendengar berita seorang pejabat yang cukup memiliki kekayaan, dia setiap bulannya mendapat BLT (Bantuan Langsung Tunai). Padahal BLT dirancang pemerintah untuk membantu rakyat yang berpenghasilan kecil bahkan tidak cukup untuk kebutuhan sehari-harinya. 

Jika pejabat yang kaya raya itu mendapat jatah BLT, maka penyaluran BLT telah salah sasaran. Karena mestinya BLT disalurkan kepada rakyat kecil, bukan kepada pejabat yang sudah kaya raya. Kalau dalam Islam, khususnya dalam bab tentang zakat, maka pejabat yang sudah kaya raya itu statusnya adalah seperti muzakki (orang yang terkena kewajiban mengeluarkan zakat). Akan tetapi karena bermental mustahik (merasa pihak yang berhak menerima jatah zakat), maka ia juga ingin menikmati bantuan langsung tunai (BLT) dari pemerintah itu. Orang seperti ini dapat dikatakan "Muzakki Bermental Mustahik". Hanya ingin menerima dan tidak mau mengeluarkan.

Fenomena Muzakki bermental Mustahik ini masih banyak kita temukan di masjid-masjid saat pelaksanaan shalat Idul Fitri. Saat para jamaah usai melaksanakan shalat Idul Fitri, masih saja banyak para pengemis yang berbaris di pintu keluar mesjid untuk mendapatkan sedekah atau zakat. Padahal disyariatkannya pengeluaran zakat fitrah sebelum pelaksanaan shalat idul fitri bertujuan agar di hari bahagia itu tidak ada seorang pun yang masih bersedih karena tidak bisa makan, apalagi meminta-minta atau mengemis.

Dalam sebuah hadist disebutkan:

عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ، قَالَ فَرَضَ رَسُولُ اللَّهِ ـ صلى الله عليه وسلم ـ زَكَاةَ الْفِطْرِ طُهْرَةً لِلصَّائِمِ مِنَ اللَّغْوِ وَالرَّفَثِ وَطُعْمَةً لِلْمَسَاكِينِ فَمَنْ أَدَّاهَا قَبْلَ الصَّلاَةِ فَهِيَ زَكَاةٌ مَقْبُولَةٌ وَمَنْ أَدَّاهَا بَعْدَ الصَّلاَةِ فَهِيَ صَدَقَةٌ مِنَ الصَّدَقَاتِ

 Artinya: Dari Ibnu Abbas RA mengatakan, "Rasulullah SAW telah memerintahkan zakat fitrah sebagai ajang menyucikan bagi orang yang berpuasa dari omong kosong dan kata-kata kotor, serta untuk memberi makan kepada orang-orang miskin. Barang siapa yang menunaikannya sebelum shalat (Idul fitri), maka zakatnya diterima, dan barang siapa yang menunaikannya setelah shalat Id, maka itu dianggap sebagai sedekah (biasa)." (HR Abu Daud dan Ibnu Majah)

Hadist ini menjelaskan bahwa zakat fitrah itu memiliki dua tujuan:

Pertama, Menyucikan Orang yang Berpuasa. Maksud dari tujuan ini adalah untuk menyucikan orang yang berpuasa dari perbuatan sia-sia yang dilakukan selama bulan Ramadan. Perbuatan sia-sia ini seperti dosa akibat berkata kotor dan tiada artinya, menggunjing, mencaci maki, dan lain sebagainya.

Tujuan ini juga berarti menyucikan orang yang berpuasa dari dosa karena berbuat rafats, yaitu suatu tindakan dalam bentuk bercumbu rayu antara suami-istri yang menyebabkan timbulnya nafsu birahi. Akan tetapi menurut pendapat ulama Dr. Yusuf Qardawi, yang dimaksud dengan rafats adalah kejahatan dalam bidang pembicaraan.

Kedua. Memberi Makan Fakir Miskin. Maksud dari tujuan mengeluarkan zakat fitrah yang kedua ini agar kaum fakir miskin dapat bersiap dalam menghadapi Idul fitri dan mereka dapat merasakan bahagianya merayakan hari Idul fitri yang dijanjikan oleh Allah SWT sebagai hari kemenangan.

Tujuan kedua inilah yang menjadi sebab zakat fitrah harus dikeluarkan sebelum menunaikan shalat Idul fitri. Sehingga seuruh individu muslim di hari itu tidak ada lagi yang tidak makan, bersedih dan apalagi meminta-meminta atau mengemis. Namun kenyataannya? Justru di hari raya idul fitri terjadi pemandangan massif para pengemis ramai berbaris menyambut keluarnya para jamaah dari mesjid usai menunaikan shalat idul fitri untuk mendapat belas kasih dari mereka.

Timbul pertanyaan, apakah zakat fitrah yang diterima panitia atau pengurus masjid belum disalurkan? Jika sudah disalurkan, apakah penyalurannya tidak tepat sasaran? jika sudah tepat sasaran yakni hanya para mustahik atau kaum dhuafa yang menerimanya, lalu mengapa masih ada pemandangan barisan pengemis setiap usai shalat idul fitri?. Maka jika masalah ini terus ditanyakan dan diselidiki persoalannya, maka jawabannya adalah mental. Muzakki bermental Mustahik. Sebab orang miskin pun jika dia mendapat bagian dari zakat fitrah sehingga di malam idul fitri dia memilki makanan yang berlebih untuk hari itu bagi diri dan keluarganya, maka kelebihan makanan itu wajib dikeluarkan sebagai pembayaran zakat fitrah untuk dirinya. Sebeb zakat fitrah adalah kewajiban perkepala, meskipun anak kecil, ia tetap wajib dikeluarkan zakat fitrahnya. Namun boleh jadi karena dia sendiri mendapat beras dari jatah zakat fitrah orang lain, kemudian merasa tidak terkena kewajiban membayar zakat, padahal dia mendapatkannya melebihi dari kecukupan untuk hari itu.

Saya sendiri pernah mendengar keluhan seorang wali kota yang kesulitan menghilangkan para pengemis yang terdapat di lampu-lampu merah wilayahnya. Padahal dana pemerintah sudah disiapkan untuk memberi pelatihan kepada mereka dengan keterampilan usaha agar dapat bekerja atau berusaha layaknya kebanyakan orang. Namun para  pengemis yang ditampung untuk mendapat pelatihan ketrampilan itu justru kembali kepada profesi semula, yakni menjadi pengemis. Ketika ditanya kenapa? Karena menjadi pengemis lebih jelas hasilnya dari pada usaha. Bila setiap 5 menit saja mengemis di lampu merah dia mendapat Rp. 5.000 saja, maka satu jamnya (60 menit) menghasilkan 12 x Rp.5.000 = Rp 60.000. Jika setiap hari dia beroperasi 10 jam, maka sehari akan menghasilkan Rp. 600.000. Dan dalam sebulan dapat menghasilkan Rp. 18.000.000. Karyawan atau pejabat daerah mana yang penghasilan sebulan mencapai Rp 18 juta tanpa pendidikan tinggi? Oleh sebab itulah profesi sebagai pengemis itu sangat menjanjikan.

Fenomena ramainya pengemis di saat orang bubar shalat idul fitri memang menjadi pemandangan yang  ironis, dan tidak mencerminkan hikmah dan tujuan zakat fitrah disyariatkan. Oleh sebab itu diperlukan edukasi dan peraturan pemerintah agar suasana idul fitrii  di pagi hari menjadi suasana yang seluruh warganya merasa berbahagia, dan tidak ada lagi yang masih mencari belas kasihan alias mengemis.

Muhammad Jamhuri, 17 Ramadhan 1444 H/ 8 April 2023 M


Tidak ada komentar: