Minggu, 02 April 2023

I'tikaf Sebagai "Charge Battery" Spritual Kita

Salah satu amalan yang nyaris tidak pernah diabaikan Nabi Muhammad saw di bulan Ramadhan adalah beliau selalu melakukan ritual i'tikaf di sepuluh terakhir ('asyrul awakahir) dari bulan Ramadahan. Sesibuk apapun beliau, beliau selalu menyiapkan sepuluh hari itu untuk ibadah tersebut. Meskipun beliau sibuk sebagai pendakwah, sebagai kepala negara, sebagai kepala rumah tangga dengan istri lebih dari satu orang, sebagai pembisnis, sebagai panglima perang, sebagai "pengurus" keluarga besar Bani Hasyim, dan sebagai seabrek-abrek urusan lain, tapi sekali lagi, beliau tidak pernah meninggalkan amalan i'tikaf sejak beliau berada di Madinah. Bahkan jika di suatu tahun beliau tidak beritikaf karena perjalanan atau perang, beliau berí'tikaf selama 20 hari di tahun berikutnya.

أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- كَانَ يَعْتَكِفُ فِى الْعَشْرِ الأَوَاخِرِ مِنْ رَمَضَانَ فَسَافَرَ سَنَةً فَلَمْ يَعْتَكِفْ فَلَمَّا كَانَ الْعَامُ الْمُقْبِلُ اعْتَكَفَ عِشْرِينَ يَوْماً

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam beri’tikaf pada sepuluh hari terakhir di bulan Ramadhan. Kemudian beliau pernah bersafar selama setahun dan tidak beri’tikaf, akhirnya beliau pun beri’tikaf pada tahun berikutnya selama dua puluh hari.” (HR: Ahmad)

Beliau tinggalkan "kasur" kamarnya lalu tidur dan tinggal di Masjid saja. Bahkan untuk disisirkan Aisyah saja tubuh beliau tetap di area masjid, dan hanya sebagain kepala bagian rambutnya yang disisirnya saja yang berada di area rumah beliau untuk disisirkan Aisyah. Dengan demikian selama 10 hari itu beliau meninggalkan berkumpul dengan isteri (Syadda mi'zarohu/menguatkan ikat kainnya).

Lalu kita, -meminjam ungkapan ustadaz Adi Hidayat- Kita nabi bukan, pemimpin negara juga bukan, sebagai pendakwah pun tidak full time, sebagai pemimpin keluarga pun tidak serepot beliau, pembisnis pun bukan. Kemudian kita merasa repot dan tidak sempat menyiapkan waktu untuk beri'tikaf dan berkomtempelasi selama 10 hari di Masjid, sementara kita ingin masuk surga bersama Rasulullah saw?

Saudaraku, i'tikaf bukan sekedar sunnah biasa. Akan tetapi ia merupakan sarana untuk men-charge battery ruhiyah (spritual) kita yang sudah lowbatt karena dipakai selama 11 bulan lalu atau bertahun-tahun lalu dengan ghoflah (kelalaian), ringkihnya amal, bahkan lowbatt rohani karena tergerus dengan maksiat dan perbuatan sia-sia. Bagaikan handphone yang dinyalakan terus menerus tanpa keperluan yang berguna.

Spritual atau ruhiyah adalah modal diri kita untuk selalu on di sebelas bulan ke depan dalam setahun kehidupan kita. Jika ruhiyah kita ringkih, kurang charge, dan lowbatt, maka bisa dipastikan fungsi produktifitas hidup kita tidak akan optimal.

Oleh karena itu Rasulullah saw tidak pernah meninggalkan moment-moment mencharge battery iman dan spritual di Ramadhan ini dengan berbagai amalan. Salah satunya adalah i'tikaf. Karena sebagai Rasul, pemimpin negara, panglima perang dan tokoh yang memberi solusi pada umatnya perlu modal ruhiyah/spritual yang prima. Bukan hanya i'tikaf saja, bahkan Rasulullah melazimkan  qiyamullail  demi kesiapan menerima "qoulan tsaqilan" (tugas yang sangat berat). 

يَاأَيُّهَا الْمُزَّمِّلُ . قُمْ اللَّيْلَ إِلَّا قَلِيلًا . نِصْفَهُ أَوْ انْقُصْ مِنْهُ قَلِيلًا . أَوْ زِدْ عَلَيْهِ وَرَتِّلْ الْقُرْآنَ تَرْتِيلًا . إِنَّا سَنُلْقِي عَلَيْكَ قَوْلًا ثَقِيلًا 

Hai orang yang berselimut (Muhammad), bangunlah (untuk sholat) di malam hari, kecuali sedikit (daripadanya),(yaitu) seperduanya atau kurangilah dari seperdua itu sedikit. atau lebih dari seperdua itu. Dan bacalah Al Quran itu dengan perlahan-lahan. Sesungguhnya Kami akan menurunkan kapadamu perkataan yang berat. (QS. Al-Muzzammil: 1-5)

Oleh karena itu ada ungkapan dari seorang ahli dakwah "Al-Ibadah Tsumma al-Qiyadah" (Bereskan dulu ibadah baru bisa memimpin)

Kalau kita bermuhasabah (instrospeksi diri). Sudah berapakah usia kita saat ini?. 30, 40, 50 tahun?Namun, pernahkah kita dalam setiap tahunnya menyisihkan waktu selama 10 hari saja untuk totalitas hidup bersama Allah di rumah-Nya (masjid) dan meninggalkan kenikmatan empuknya kasur di rumah kita?, sejuknya AC di kamar kita?, serta tidur bersama pasangan kita? Alangkah egoisnya kita. Padahal Allah sudah berlipat-lipat kali memberi kita nikmat yang terhingga. Hingga Allah pun menantang kita untuk menghitung 1 (satu) nikmat Allah pun kita tidak sanggup menghitungnya. Allah swt berfirman:

 وَإِنْ تَعُدُّوا نِعْمَةَ اللَّهِ لَا تُحْصُوهَا

"Dan jika kamu menghitung nikmat Allah, tidaklah dapat kamu menghinggakannya."(QS. Ibrahim: 34).

Dalam ayat ini Allah menyebut "nikmat" tidak dengan bentuk plural (jamak). Akan tetapi menggunakan lafadz singular (mufrod). Jadi untuk menghitung satu nikmat pun kita tidak akan sanggup menghitungnya. Lalu jika Allah sudah begitu banyak menganugerahkan nikmat kepada kita, mengapa kita tidak bersedia menyiapkan waktu untuk Allah? paling tidak di 10 hari terakhir bulan Ramadhan?.

Mudah-mudahan, Ramadhan tahun ini, kita diberikan kesehatan dan kelapangan waktu untuk melakukan sunnah tahunan Rasulullah saw ini, yaitu beri'tikaf di 10 hari terakhir Ramadhan. Dan semoga kita dapat menggapai malam kemuliaan (Lailatul Qodar) Satu malam yang lebih baik dari ibadah 1000 bulan. Aamiin.

Muhammad Jamhuri, 11 Ramadhan 1444 H/2 April 2023


Tidak ada komentar: