Selasa, 04 Mei 2021

HIKMAH RAMADHAN HARI KE-22: DI RAMADHAN; BERDOALAH KEBELAKANG.. ATAU JAUH KE DEPAN.

Banyak orang jika berdoa, selalu permohonannya bersifat ke depan, dan jarak nya dekat pula. Sebagai contoh, bagi orang yang belum punya jodoh maka permohonannnya adalah agar segera mendapat jodoh. Bagi orang yang belum punya rumah, doanya agar segera kebeli rumah. Orang yang belum punya mobil, mintanya segera diberi kendaraan mobil. Orang yang sedang sakit atau wabah melanda, memohon segera sembuh atau hilangnya wabah. Begitu seterusnya. Apa salah permohonan seperti itu? Tidak salah, cuma kadang kita tidak sadar bahwa permohonan ke belakang itu tidak kalah pentingnya dengan permohonan ke depan. Yang dimaksud dengan doa kebelakang adalah doa muhasabah, mawas diri, introspeksi, mengaku bersalah dan memohonan ampunan atas kekhilafan yang telah dilakukan

Lihatlah isi kandungan doa Nabi Yunus as yang beliau panjatkan. Saat beliau ditelan ikun hiu, beliau berdoa tidak meminta, “Ya Allah, keluarkan aku dari perut ikan ini.” Justru beliau berdoa dengan doa ke belakang –atau yang disebut muhasabah/instropeksi dan mengakui kekurangan diri. Beliau justru doanya “Laa ilaah illa Anta Subhanaka Inni Kuntu Minazh Zholimin” (Tidak ada Tuhan selain Engkau, Maha suci Engkau, Sungguh aku termasuk orang-orang yang zhalim/aniaya). Meski doanya ke belakang (mengaku kekhilafan), toh Allah akhirnya mangabulkannya dengan diselamatkannya beliau dari perut ikan hiu.

Lihat juga bunyi permohonan nabi Adam as saat beliau dan isterinya dikeluarkan dari surga, keduanya berdoa: “Robbana zholamna anfusana wa in lam taghfirlana wa tarhamna lanakunnna minal khosirin” (Ya Allah, sungguh kami telah menganiaya diri kami sendiri, jika engkau tidak mengampuni dan mengasihi kami, maka kami termasuk orang yang merugi). Hasilnya? Pertobatan beliau diabadikan mulia di dalam al-Quran dengan segala pujian Allah kepadanya. Bahkan diangkatnya beliau sebagai Nabi dan Rasul.

Kisah tiga orang yang mengadukan problematikanya masing-masing kepada Hasan al-Bashari; ada yang datang mengadukan masalah bisnis yang merugi, masalah pertanian yang gagal panen, dan masalah kemandulan karena belum diberi momongan, jawaban Hasan al-Bashori ringkas dan sama untuk ketiga orang tersebut. “Perbanyak istighfar..!” Tentu saja istighfar pun jenis doa ke belakang atau doa muhasabah. Ketika santri Hasan al-Bashori bertanya, kok semua problematika hanya dijawab dengan satu istighfar? Adakah dalilnya?. Hasan al-Bashori lalu menjawab dengan membaca surat Nuh ayat 10-13.

Jadi, doa ke belakang itu dahsyat kan? Bahkan kadang lebih dahsyat dari pada doa ke depan yang sifatnya “pragmatis” atau jangka pendek seperti yang dijelaskan di atas.

Kalau pun ingin berdoa ke depan, cobalah doanya bersifat jauh ke depan. Bukan jangka pendek. Atau doanya seperti seorang yang berwawasan visoner. Coba perhatikan redaksi doa perempuannya Fir’aun (redaksi al-Quran tidak menyebut zaujah/isteri, tapi menggunakan sebutan imro’ah/ceweknya Fir’aun). Doanya: “Robbibni li ‘indakan baitan fil jannah” (Ya Tuhanku, bangunkan untukku di sisiMu istana di surga). Uihh..Tidak tanggung-tanggung jauh benar, “istana di Surga”.

Perhatikan pula Do’a Nabi Sulaiman saat belum menjadi apa-apa, “Ya Tuhan berilah aku kerajaan yang tidak akan Engkau berikan kepada siapapun sepeninggalku”. Hingga Nabi Muhammad saw saja tidak berani menaklukkan jin yang sedang dikuasainya, lalu dilepasnya karena ingat doa Nabi Sulaiman ini.

Imam Ahmad bin Hambal berkata, “Andai aku diberi kesempatan dengan satu doa. yang doa itu pasti akan diterima Allah, maka aku akan gunakan doa itu untuk memohon diberi pemimpin yang adil, karena pemimpin adil itu kebaikannya bukan saja untuk diriku, tapi semua orang.” Imam Ahmad tidak sekedar berdoa untuk diri dan keluarganya, tetapi untuk yang lebih jauh dan lebih luas.

Saudaraku.. ada dua redaksi do’a yang diajarkan Nabi agar sering dibaca di bulan Ramadhan hari-hari ini. Doa pertama adalah “doa ke belakang” atau muhasabah/introspeksi. Dan doa kedua adalah “doa jauh ke depan”. Doa ke belakang adalah “Allahumma innaka afuwwun karim tuhibbul afwa fa’fu’anna yaa karim” (Ya Allah seseungguhnya engkau maha pengampun dan maha santun, sungguh engkau suka memaafkan, maka maafkanlah kami, wahai Tuhan yang Maha Penyantun). Doa ini pernah diajarkan Nabi saw saat Aisyah ra bertanya kepada Nabi saw, “doa apa yang mesti dibaca di malam lailatul qodar?”. Maka doa inilah yang diajarkan Nabi saw.

Sedangkan doa yang berdimensi jauh ke depan adalah; “Allahumma  inna nas-aluka ridhoka wal  jannata wa na’udzu bika min sakhotika wannaar” (Ya Allah, kami memohon padaMu ridho-Mu dan surga , dan kami berlindung padaMu dari murka-Mu dan dari api neraka).

Kenapa doa-doa seperti ini yang justru diajarkan Nabi saw kepada kita? Karena jika sudah mendapat ampunan Allah swt dan ridhoNya, maka jangankan urusan dunia, urusan akhirat yang dahsyat saja akan dimudahkan kebahagiannya oleh Allah swt kepada kita.

Wallahu a’lam.

Muhammad Jamhuri, 22 Ramadhan 1442 H.

Tidak ada komentar: