Jumat, 23 April 2021

HIKMAH RAMADHAN HARI KE-11: PUASA AJARKAN KESETARAAN KITA

Sengaja Hikmah Ramadhan kali  ini saya tampilkan ilustrasi gambar perbandingan besarnya sebagian planet dengan planet lain yang ada di dalam tata surya kita. Anggaplah kita sedang terbang di luar angkasa dan menyaksikan planet-planet dari dalam pesawat ruang angkasa, lalu membandingkan besarnya satu planet dengan planet lain. Maka kita memdapat gambaran bahwa –katakanlah- besarnya planet matahari (sun) itu sebesar bola. Dan besarnya planet Jupiter sebesar klereng. Sedangkan planet bumi (earth) yang kita diami ini hanya sebesar titik (noktah). Pertanyaannya, jika bumi sebesar titik noktah, lalu kita berdiam di atasnya  sebesar apa ya?,  jika dimasukkan dalam skala gambar di atas? Sungguh kita kecil dan tak ada apa-apanya dibanding kebesaran Allah swt. Lalu apa yang mau kita sombongkan?

Itulah sebabnya, setiap kita saat menghadap Allah swt dalam shalat, kita mengucapkan takbir “Allahu Akbar”. Allah Maha Besar. Ke-MahaBesar-anNya tiada tara, Dia yang mengatur seluruh planet di alam raya. Sementara kita tidak ada apa-apanya di hadapanNya. Kita hanya bagai ikan-ikan kecil yang sedang bermain puter sana-sini di akuarium lalu disaksikan anak-anak kecil. Walau kita sudah berulang kali ke luar negeri, tetap masih berada di dalam “aquarium” bumi ittu. Hidup hanya berputar di sekitar situ saja (planet bumi). Sedangkan Allah swt menyaksikan diri kita dari luar ruang alam raya (Allah tak dibatasi ruang dan waktu).  Maka hanya ketundukan yang bisa kita lakukan, ruku dan bersujud dengan segala kepatuhan.

Itu juga yang menjadi aturan puasa yang Allah swt wajibkan kepada kita. Puasa adalah bentuk ibadah  sekaligus aturan dan undang-undangnya Allah swt yang harus ditaati oleh setiap muslim. Tidak pandang bulu, apakah dia seorang presiden atau rakyat jelata, kaya raya atau misikin, pejabat atau rakyat kecil, lelaki atau perempuan. Semuanya punya kewajiban sama di hadapanNya. Sama-sama berlapar-lapar di siang hari. Senang atau tidak, harus tunduk.

Apakah ada orang kaya atau pejabat muslim yang berani mempertontonkan diri melanggar aturan puasa ini, lalu makan di siang hari dan disiarkan televisi nasional dan disaksikan orang banyak?. Tidak. Kecuali dia seorang atheis.  Apakah ada pejabat yang berani membuat aturan bahwa puasa hanya berlaku untuk rakyat, tapi tidak berlaku untuk para petinggi negara?. Tidak. Adakah hakim yang berani memvonis bersalah pada rakyat yang melanggar hukum puasa, sementara membiarkan pejabat dengan pelanggaran yang sama divonis bebas tak bersyarat?.

Itulah semestinya sikap kita saat diajarkan Allah untuk berpuasa. Bersikap sama patuh kepada semua peraturan yang ada, tidak pilih kasih atau tidak tebang pilih. Oleh sebab itu, Allah swt menyebutkan bahwa muara akhir dari ibadah puasa adalah agar kita menjadi orang yang bertakwa “la’allakum tattaqun”. Karena taqwa-lah sebenar-benar faktor kemuliaan seorang hamba bernama manusia. Dan pengejawantahannya adalah ketundukan.

Allah swt berfirman yang artinya : “Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa - bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal. (QS. Al-Hujurot: 13)

 

 Muhammad Jamhuri, 11 Ramadhan 1442 H.

Tidak ada komentar: