Jika Anda memiliki seorang ayah yang sangat baik hati, sangat perhatian kepada keluarga dan masayarakatnya, sehingga dia dicintai semua orang, sukses dalam segala bidang hidupnya, disegani orang, dicintai banyak orang termasuk oleh kaum miskin dan anak-anak yatim, bijak dan kharismatik dalam memimpin, penuh perhatian, termasuk kepada diri Anda. Maka pastinya Anda pun sangat menyayangi beliau. Lalu ketika ayah Anda itu terbaring sakit, panas tinggi dan menjelang ajalnya, dia memanggil Anda, lalu membisikkan wasiat kepada Anda, “Nak. Ayah mungin tidak akan lama lagi tinggal di dunia, ayah akan pergi selama-lamanya. Hanya saja, sebelum ayah pergi, ayah pesan kepadamu, ada dua buku yang ayah simpan di dalam sebuah kotak kayu dalam lemari, ayah simpan dengan rapi agar dapat dibaca dan dipraktekkan olehmu. Dia berisi jurus sukses hidup. Ambillah olehmu, pelajari dan praktekkan, maka engkau pasti akan sukses nak.” Usai berpesan dengan wasiat itu itu, sang ayah wafat.
Nah, bagaimana perasaan Anda bila
hal itu kejadian nyata dalam hidup Anda? Pastinya sangat sedih yang mendalam.
Rasa sedih itu akan lama, karena kenangan bersamanya yang begitu indah. Namun,
di tengah kesedihan itu, pastinya Anda akan teringat dengan wasiat terakhir ayah
yang diucapkan sebelum kematiannya, yakni dua buku kiat sukses yang harus Anda baca.
Nah, kira-kira begitulah gambaran
saat Rasulullah saw beberapa hari sebelum meninggal, beliau mewasiatkan kepada
kita semua dua hal, yang apabila kita pelajari dan amalkan maka kita tidak akan
pernah sesat dan gagal hidup selama-selamanya dan kita pasti akan sukses. Dua
hal itu adalah kitab Allah (al-Quran) dan sunnah Rasulullah saw. Beliau
bersabda, “Aku tinggalkan kepada kalian dua hal, yang jika kalian berpegang teguh
kepada kedua hal tersebut, kalian tidak akan sesat selamanya, yakni kitab Allah
dan sunnah ku”.
Tentu saja Rasulullah saw lebih
mulia dari ayah kita, lebih berwibawa dan sukses dari semua manusia. Oleh sebab
itu, sudah sepatutnya dan seharusnya kita menjaga, memelihara dan mengamalkan
apa yang beliau wasiatkan kepada kita semua.
Dalam kisah-kisah kependekaran
atau persilatan, sering dikisahkan bahwa kedigjayaan dan kehebatan seorang pendekar
terletak dalam sebuah “buku pusaka”, yang sering disimpan rahasia di sebuah gua
atau gunung oleh orang sakti atau sang master. Jika para pendekar dari setiap
perguruan silat mendengarnya, mereka pasti berusahan untuk mendapatkannya,
walau harus mengarungi lautan, memasuki hutan, melewati lembah dan ngarai
bahkan mendaki gunung, untuk mendapatkan “buku pusaka” itu. Karena kitab itu
berisi keunggulan semua jurus-jurus yang dimilki para pendekar di dunia. Jika
buku wasiat itu dimiliki dan isinya dikuasai oleh seorang pendekar, maka pendekar
itu dipastikan akan mengungguli ilmu yang dimiliki semua pendekar di seluruh
jagad raya.
Nah, kini kita tidak perlu
menyeberangi sungai dan lautan, tidak perlu melewati lembah dan mendaki gunung
untuk mendapat “kitab pusaka” . Cukup membelinya, lalu membaca, mempelajari,
dan mengamalkannya, maka “kesaktian” kita akan mengugguli umat-umat lain. Karena
di dalam kitab pusaka (al-Quran) ini mengandung semua jurus di jagad raya ini,
bahkan di alam ghoib, ada jurus ekonomi, jurus bernegara, jurus pendidikan,
jurus berkeluarga, jurus etika, jurus hubungan luar negeri, jurus berperang dan
jurus-jurus lainnya.
Dan ketahuilah, bahwa seluruh
mukjizat (baca: kedigjayaan) para nabi sirna bersamaan wafatnya mereka, baik
berupa tongkat Nabi Musa as, perahu nabi Nuh as, dan lain-lain. Akan tetapi
kemukjizatan (kedigjayaan) nabi Muhammad asw bersifat abadi “mukjizat kholidah”
(mukjizat yang kekal). Jadi mari kita kembali kepada al-Quran, back to
al-Quran.
Saudaraku, bulan Ramadahan adalah
momen untuk kembali membaca, menelaah dan mempelajari al-Quran, untuk kemudian
kita amalkan jurus-jurusnya. Bukankah Allah telah memilih bulan Ramadhan ini
sebagai bulan diturunkannya al-Quran?. “Bulan
Ramadhan yang diturunkan di dalam al-Quran, sebagai guidance (petunjuk) bagi
manusia, dan sebagai penjelas dari petunjuk itu serta sebagai al-fuqon (pembeda
antara kebenaran dan kebatilan)”. (QS. Al-Baqarah: 184)
Muhammad Jamhuri, 18
Ramadhan 1442 H.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar