Senin, 26 April 2021

HIKMAH RAMADHAN HARI KE-14: KISAH DARI TOILET, PUASA MENCIPTAKAN RASA KEBERSAMAAN DENGAN ALLAH

Rudi, sebut saja begitu namanya, adalah seorang anak muda baik hati. Suatu hari ia membaca sebuah iklan lowongan kerja di suatu surat kabar dari perusahaan besar. Ia langsung tertarik, karena kebetulan dia belum mendapat pekerjaan sejak lulus dari sebuah kampus swasta sebulan lalu. Ia menulis dan mengirim lamarannya. Beberapa hari kemudian dia mendapat surat panggilan dari perusahaan tersebut untuk sebuah interview. Ia mendatangi lantai lima suatu gedung perusahaan yang sepertinya baru disewa oleh perusahaan yang sedang berkembang dan membuka cabang di daerah itu. Saat tiba di sana, ternyata ada puluhan pelamar yang sedang menunggu antrian diinterview. Di tengah menunggu panggilan antrian, ia ingin buang air kecil, ia pun pergi menuju toilet yang ada di lantai itu. Saat memasuki area toilet, dilihatnya beberapa bagian wastapel dan kacanya masih berdebu. Ia pun mengambil tissue yang ada disitu, dan membersihkan debu-debu tipis yang ada wastafel dan kaca-kacanya.

Saat dia melakukan hal itu, seseorang berpakaian dasi masuk ke area toilet untuk membuang hajat. Ia menemukan anak muda sedang mengelap kaca wastapel. Lalu ia pun masuk ke dalam toilet. Usai buang hajat, sambil berkaca ia melihat anak muda bernama Rudi itu masih terus mengelap-elap wastapel dan kacanya. Orang itu bertanya, “Anda siapa?” Rudi menjawab, “Saya Rudi pak,” Jawabnya sopan. “Apakah Anda karyawan di sini?” Tanya orang berdasi lagi. “Bukan, pak.” Jawab Rudi singkat. “Lalu, jika Anda bukan karyawan sini, mengapa Anda mau membersihkan tempat ini?”. Rudi menjawab, “Anu pak, saya percaya Tuhan saya, Allah, Dia pasti melihat saya, jadi saya percaya pastinya saya akan mendapat pahala.” Sambil ngangguk-ngangguk kagum dan mengelap wajah dengan tissue, orang berdasi itu keluar sambil hanya berucap.”hmmmm”.

Ketika Rudi duduk kembali di tempat antrian, tiba-tiba namanya dipanggil, “Rudi..!” begitu suara panggilan memaanggilnya. Rudi pun datang dan duduk di kursi wawancara. Ternyata orang yang menginterview dan duduk di depan Rudi adalah orang yang ditemuinya tadi di toilet. Orang itu bertanya, “Apakah Anda Rudi yang tadi di toilet, yang bersi-bersih wastapel?”. Rudi menjawab, “Iya pak. Betul.” Tanpa banyak Tanya dan wawancara, Orang berdasi berkata, “Kalau gitu, Anda diterima di perusahaan kami.”

Mengapa Rudi langsung diterima di perusahaan yang dia ajukan lamarannya tanpa banyak pertanyaan saat interview? Karena sang pemilik perusahaan sudah mengenal integritas dan tanggung jawabnya. Belum jadi karyawan saja, dia sudah peduli dan loyal kepada lingkungannya. Apalagi jika jadi karyawan? Begitu mungkin pikir sang pemilik perusahaan.

Inilah contoh sikap-sikap seorang yang merasa dilihat Allah. Dia yakin bahwa Allah swt selalu membersamainya, kapan pun dan di mana pun. Dia bekerja bukan sekedar upah atau dilihat atasan. Akan tetapi dia meyakini bahwa setiap aktifitas kebaikan pasti akan diganjar pahala kebaikan oleh Allah swt. Sebagaimana berbuat kejahatan atau kecurangan akan dibalas Allah swt. Baik dilihat orang atau pun tidak. Inilah sebenarnya pendidikan puasa yang ditanamkan Allah swt kepada setiap diri Mukmin. Seorang Mukmin, meski tak dilihat siapa-siapa, dia malu jika makan atau minum di siang hari, meskipun dalam keadaan dahaga yang sangat. Karena merasa sedang dilihat oleh Allah swt.

Orang yang merasakan kebersamaan dengan Allah swt, setidak mendapat dua manfaat. Pertama, ia selalu berhati-hati dalam berbuat dan bersikap, karena semua aktifitas dipantau Allah. Kedua, dia selalu optimis dalam menghadapi kondisi apapun. Karena ia yakin Allah swt yang bersamanya tidak akan membiarkan dia begitu saja jika tetap mau berusaha. Sikap-sikap ini dalam suatu hadist disebut “Ihsan” dan pelakunya adalah “Muhsin”. “Innallaha Yuhibbul MuhsininSesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berbuat ihsan. (QS. Al-Baqarah: 195).

 Muhammad Jamhuri, 14 Ramadhan 1442 H.

Tidak ada komentar: