Kamis, 29 April 2021

HIKMAH RAMADHAN HARI KE-17: PUASA; PENYIAPAN UMAT SIAP DALAM SEGALA KONDISI

Puasa Ramadhan yang dijalankan umat Islam yang beriman sesungguhnya suatu proses peyiapan umat agar siap dalam segala kondisi. Hal ini terlihat dari bulan Ramadhan yang dijadikan sebagai waktu berpuasa. Bulan Ramadhan dan bulan lainnya dalam Islam adalah bulan yang berlandaskan pada perputaran bulan, dan bukan matahari. Berbeda dengan bulan-bulan tahun masehi yang perhitungannya berdasarkan perputaran matahari. Kalau bulan masehi yang menjadi standar, maka berpuasa sebulan pada setiap tahunnya akan mengalami satu musim yang sama. Sehingga tidak ada tantangan perubahan. Misalnya, jika puasa adalah bulan Desember saja, maka kita mengalami puasa hanya merasakan di musim dingin atau penghujan saja. Akan tetapi dalam bulan Ramadhan, setiap perputaran 4-5 tahun akan berganti musim, bisa musim dingin, panas, semi, dan musim gugur. Inilah yang disebut puasa merupakan penyiapan umat dalam segala kondisi.

Andaikata seorang muslim mengalami puasa Ramadhan selama 20 tahun, maka keempat musim dalam berpuasa akan dia alami. Dan setiap musim punya karakter dan dampak tersendiri bagi kehidupan muslim yang sedang berpuasa. Musim dingin relatif ringan namun badan terasa cepat lapar, namun jika puasa di musim panas, maka sangat terasa lebih sulit. Bukan hanya udara yang panas, namun durasi masa puasa sehari bisa lebih lama, bisa sampai 18 jam berpuasanya, alias menunggu maghribnya sangat lama. Memang, kondisi ini lebih dirasakan kaum muslim di negeri yang memilki empat musim di atas.

Yang jelas, puasa mendidik umat siap menghadapi kondisi apapun serta dapat beradaptasi dengan kondisi lingkungan yang terjadi. Sehingga dapat melakukan ibadahnya dengan fleksibel. Apalagi didukung oleh syariat dan ajarannya yang sangat fleksibel. Salah satu kaidah fiqih berbunyi “Idza dhoqot ittasa’at, wa idza ittasa’at dhoqot’ (jika sempit maka dapat lapang, dan jika lapang maka akan dipersempit/ketat). Luas dan luwes.

Beberapa pekan yang lalu, Presiden Kanada mengucapkan rasa terima kasihnya kepada umat Islam. Dan itu disiarkan di semua televisi nasional. Alasannya umat Islam sangat disiplin dalam menerapkan protokol kesehatan di masa pandem ini meskipun dalam suasana ibadah puasa Ramadhan. Karena umat Islam bisa melakukan ibadahnya di rumah, baik shalat tarawehnya, maupun puasanya. Sebaliknya, akahir-akhir ini Pemerintah Kanada  agak  keras kepada kaum Nasrani, karena mereka agak kurang disiplin dalam menjaga protocol kesehatan. Pasalnya berkumpulnya jemaat gereja banyak menimbulkan cluster baru dalam penularan corona. Bahkan menurut penelitian, berkumpul dan melantunkan lagu-lagu secara bersama dan dalam durasi lama akan lebih cepat menularkan corona. Sehingga banyak gereja di sana dipagari besi atau polisi line oleh oleh pihak berwajib lantaran sikap antisipasi pemerintah. Hal ini tentu saja membuat jemaat gereja kecewa, bahkan beberapa di antara mereka memprotes tindakan polisi ini. Kekecewaan mereka terjadi, karena dalam ajaran mereka tidak ada ibadah sendiri-sendiri, walau pun ada sifatnya pribadi. Saat mereka ingin beribadah seacara bersama di gereja yang dalam konsep ajaran mereka dilakukan dalam sepekan sekali, pun tidak diperbolehkan, maka timbullah kekecewaan dan protes. Berbeda dengan umat Islam yang ibadahnya bisa dilakukan berjamaah di rumah atau di masjid. Bahkan sistem gereja ada yang mengharuskan jemaatnya hanya beribadah di gereja tertentu saja dan dengan pendeta tertentu saja. Sehingga mereka menemukan kesempitan dalam menjalankan agamanya di masa-masa pandemi ini. Banyak gereja nganggur sepanjang pandemi corona ini. Sedangkan ajaran Islam sangat fleksibel, sehingga wajar jika mendapat pujian dari Presiden Kanada karena umat Islam dianggap mematuhi aturan pemerintah.

Lain di Kanada, lain pula di India, hari-hari ini India mengalami tsunami covid-19. Dalam hitungan 1 x 24 jam lonjakan angka terpapar covid 19 mencapai 300.000 orang. Penyebabnya antara lain yang utama adalah adanya kerumunan dalam pelaksanaan ibadah Hindu di sungai Gangga yang mereka anggap suci. Pelaksanaan ibadah yang terjadi 12 tahun sekali ini di dukung oleh Pemerintah India dari partai yang disinyalir didukung kaum Hindu Ekstrimis. Kaum Hindu ektrimis ini yang telah menghancurkan Mesjid bersejarah milik umat Islam di Ayodha dua tahun lalu dan didukung penuh pemerintah India.

Pemerintah India yang sangat pro kaum Hindu ekstrimis dilema antara melarang pengikutnya melakukan upacara peribadatan di Sungai Gangga atau membiarkan?. Tapi demi memuaskan konstituen dan rakyatnya yang bergama Hindu itu, upacara pun dibiarkan bahkan didukungnya. Akibatnya, beberapa hari setelah acara itu, tsunami covid 19 pun menerjang India, maklum saat itu prokes sama sekali tidak diterapkan, mereka tidak memakai masker dan terjadi kerumunan yang besar sehingga tidak ada jarak sosial lagi. Bahkan saat mandi sungai tersebut, mereka bertelanjang badan, karena di antara mereka bahkan meyakini, bahwa sungai dianggap suci ini dapat menghalau pandemi corona. Namun yang terjadi malah sebalaiknya.

Adakah ini yang dinamakan “tentara Allah”? wallahu a’lam. Namun kita patut bersyukur dengan ajaran Islam yang fleksibel dan sempurna ini. Wajar Allah mengingatkan kita dalam ayat puasanya yang artinya “Dan hendaklah kamu mengagungkan nama Allah atas apa yang telah Dia hidayahkan kepadamu, dan agar kalian bersyukur.” (QS. Al-Baqarah: 184)

Muhammad Jamhuri, 17 Ramadhan 1442 H.

 

Tidak ada komentar: