Tidak syak lagi bahwa usia kita sebagai umat Nabi Muhammad hanya antara 60 – 80 tahun. Sedangkan usia umat nabi-nabi sebelumnya mencapai ratusan tahun, sehingga kesempatan beribadahnya mereka lebih lama dan panjang. Namun demikian umat nabi Muhammad saw yang usianya lebih pendek diberi keistimewaan, yaitu diberinya moment-moment ibadah yang pahalanya lebih panjang dari jatah usia yang diberikan. Salah satunya adalah “Lailatul Qodar” (malam kemuliaan). Nilai pahala ibadah di dalamnya setara dengan 1000 bulan atau lebih “Lailatul Qodri khoirun min alfi syahrin”. Jika dikonversikan sama dengan nilai ibadah selama 82 tahun. Suatu hitungan usia yang boleh jadi lebih panjang dari usia yang diberikan kepada kebanyakan manusia di zaman ini.
Lalu bagaimana cara meraih Lailatul Qodar? Tidak diberitahu secara pasti tanggal berapa lailatul qodar datangnya. Hanya saja, jika melihat kebiasaan nabi saw, beliau seringkali beri’tikaf di sepuluh malam terakhir. Maka para ulama menyimpulkan bahwa lailatul qodar ada di malam-malam sepuluh terakhir Ramadhan. Ada juga yang menginformasikan di malam-malam ganjil malam 10 terakhir Ramadhan itu. Ada pula yang mengatakan di tiga malam gnjil terakhir Ramadahan, yakni malam 25, 27 dan 29. Ada pula yang mengatakan dengan spesifik bahwa malam lailatul Qodar itu jatuh pada malam 27. Imam al-Ghazali bahkan membuat rumus (prediksi), malam lailatul qodar dikaitkan dengan permulaan hari pertama bulan Ramadhan.
Penulis sendiri punya pengalaman saat tinggal di Tanah Suci Makkah. Pusat keramaian jamaah shalat taraweh di masjidl Haram sering terjadi di malam 27 dan 29 Ramadhan. Jika kita melaksanakan shalat taraweh di tanggal-tanggal tersebut, maka dipastikan masjid padat dan krowdit dengan jamaah shalat taraweh (saat normal belum pandemi Corona merebak). Bahkan jamaah shalat taraweh membludak hingga ke jalan-jalan raya. Ramainya dua malam Ramadhan ini karena ada kepercayaan dari mereka bahwa malam 27 adalah malam lailatul qodar. Sedangkan malam 29 lebih kepada keinginan mereka ikut mengikuti pembacaan doa khotmul quran bersama imam Masjidil Haram. Karena di sana, dalam setiap tarawehnya imam membaca satu juz lebih setiap satu rakaat tarawehnya, sehingga di malam 29 merupakan malam khotmul qurannya.
Kayakinan warga Saudi bahwa malam al-Qodar jatuh pada 27 Ramadhan sangat beralasan, karena dalam ulama madzhab Hambali mayoritas mengatakan seperti itu. Dikuatkan juga oleh pendapat Ibnu Katsir, bahwa kata LAILATUL QODAR dalam al-Quran hanya disebutkan 3 X dalam surat al-Qodar saja. Sedangkan kata itu terdiri dari Sembilan huruf, yakni LAM, YA, LAM, TA, ALIF, LAM, QOF, DAAL dan RO (ليلة القدر), sehingga jika dijumlahkan 3 x 9 = 27, atau malam 27.
Bagaimana dengan kita? Ketika Allah dan Rasul-Nya merahasiakan kapan ketepatan datangnya lailatul qodar, maka sejatinya kita dianjurkan untuk menghidupakan seluruh malam-malam Ramadhan. Namun andaikata kita tidak mampu, maka berjaga-jagalah di malam-malam ganjilnya, sebab al-Quran juga saat diturunkan terjadi pada malam ke 17, sama tanggalnya dengan tanggal bertemunya dua kelompok pada perang Badar (yaumal talqol jam’an). Namun jika tidak mampu juga, maka hendaklah berjaga-jaga di 10 malam terkahir bulan Ramadahan dengan beri’tikaf seperti yang disunnahkan Nabi saw. Jika itupun tidak mampu, maka beritikaflah di malam-malam ganjil 10 terakhirnya. Dan jika ini pun belum disanggupi, maka beritikaflah di tiga malam ganjil terakhir Ramadhan, yakni malam 25, 27 dan 29. Akan tetapi jika semua yang disebutkan di atas masih belum mampu, maka setidaknya beri’tikaflah di malam 27 Ramadahan.
Jika opsi terkahir pun belum juga bisa atau tidak sempat dilakukan, malulah kepada Allah. Karena sudah berapa waktu usia yang Allah berikan kepada kita?. Jika usia 40 tahun, maka Allah telah memberi waktu 40 x 360 = 14.000 malam/hari kita hidup dengan beragam rezeki-Nya yang dianugrahkan kepada kita. Tidak relakah kita sisihkan waktu barang 10 malam atau setidaknya 1 malam saja menginap berzikir di rumah Allah (masjid)?
Muhammad Jamhuri, 16 Ramadhan 1442 H.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar